REPUBLIKA.CO.ID, Sumatra Barat (Sumbar) sempat berada di urutan kelima provinsi dengan kasus positif Covid-19 terbanyak. Namun, penyebaran virus corona di Sumbar kini terkendali. Benar-benar terkendali dalam arti yang sebenarnya, tak sekadar retorika.
Dalam beberapa pekan terakhir, tambahan harian kasus positif tak lebih dari 10 kasus. Ada sosok di balik keberhasilan Sumbar. ia adalah Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand), dokter Andani Eka Putra. Berikut wawancara wartawan Republika Febrian Fachri dengan dr Andani:
Sumbar dinilai mampu mengendalikan Covid-19 dengan bukti angka positivity rate kini di angka 0,62 persen. Apa kuncinya?
Prinsip menanggulangi pandemi adalah memutus mata rantai penularan. Menemukan orang-orang yang menjadi sumber penularan. Penyebar diam-diam itu yang harus segera kita amankan. Bagaimana mendapatkannya? Dengan melakukan tes PCR secara masif.
Mengapa Anda tak menggunakan rapid test seperti yang lain?
Sejak awal saya memang tidak merekomendasikan rapid test. Kami melakukan tes dengan alat PCR untuk memeriksa sampel swab. Hasil pemeriksaan sampel swab dengan PCR dapat dipercaya 100 persen. Sehingga dapat dengan cepat diketahui seseorang positif atau negatif dari Covid-19.
Mengapa rapid test tetap dipakai di banyak daerah?
Karena tidak semua laboratorium punya PCR. Dan tidak semua PCR lab punya kapasitas besar.
Jawa Timur dan Jakarta masih tinggi kasus positif Covid-19. Bagaimana Anda memandang hal ini?
Saya tidak mau terlalu dalam mengomentari persoalan di daerah lain. Tapi menurut saya, solusinya harus dilakukan tes massal. Tes PCR dilakukan secara masif. Biar tidak terjadi erupsi. Surabaya saya lihat sedang menuju puncak untuk kemudian berpotensi terjadi erupsi. Kalau sudah fase puncak, erupsi, itu angka kematian akan tinggi. Rumah sakit akan kewalahan menampung pasien positif. Dan yang positif juga banyak berkeliaran di luar. Tenaga medis akan lebih banyak bertumbangan. Makanya kita harus cegah agar tidak terjadi erupsi.
Sumbar sudah dapat dikatakan aman dari Covid-19?
Belum. Yang sudah itu mengendalikan. Mengontrol. WHO mengatakan suatu daerah bisa dikatakan aman kalau bisa mempertahankan positivity rate di bawah 5. Sumbar sudah di bawah 1. Jadi aman. Tapi bukan berarti bebas Covid-19. Sumbar belum bebas Covid. Sama seperti diabetes. Dia tidak bisa sembuh, tapi bisa dikendalikan. Kita akan begini saja terus sampai 2021 nanti kira-kira. Jadi kita harus adaptif, yaitu lakukan protokol Covid-19, dan lakukan pemeriksaan Covid-19 secara berkala.
Anda pernah melontarkan pernyataan bangga bila angka positif tinggi. Maksudnya bagaimana?
Dulu di awal orang-orang banyak komentar, kenapa di Sumbar banyak sekali positif Covid-19. Saya jawab, justru bagus kalau banyak positif. Artinya, kita bekerja menemukan orang-orang yang menjadi penyebab penularan virus. Itu lah upaya memotong mata rantai penularan. Bahkan ketika Sumbar sudah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kasus di Sumbar terus meningkat sampai masuk daftar lima besar di Indonesia. Sekarang setelah new normal, angkanya pertambahan kasus sudah melambat. Kenapa? karena kita sudah temukan penyebab penularan. Yang kita hadapi sekarang itu orang-orang masuk dari luar Sumbar membawa virus. Riak-riak kecil itulah yang akan terus kita hadapi ke depan.
Selain memeriksa sampel, bagaimana harusnya peranan laboratorium dalam penanganan Covid-19?
Lab harus aktif. Lab jangan pasif. Lab harus cepat melakukan pemeriksaan sampel. Setelah ada hasilnya, temuan-temuan positif harus segera dilaporkan kepada pemda, kepala daerah atau Dinkes. Supaya segera dilakukan tracing. Jadi itu namanya upaya memotong. Potong mata rantai supaya tidak lagi menyebar lebih luas.
Berapa orang yang bekerja di Lab FK Unand setiap hari memeriksa sampel swab?
Ada 55 orang. Sampai sekarang kami sudah memeriksa 58 ribu sampel swab. Sehari bisa memeriksa 3.500 sampel. Malah kami sekarang kekurangan sampel.
Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Unand ini sudah ada sejak kapan?
Saya mulai bangun sejak 2014. Awalnya, labolatorium tersebut adalah labolatorium riset milik pribadi. Mayoritas barang dan peralatan labolatorium saya beli dengan uang sendiri. Sekarang semua fasilitas lab tersebut sudah saya hibahkan ke Unand dengan tujuan agar lebih bermanfaat. Kalau tidak saya hibahkan, misalkan saya meninggal, kan susah mengurus alat-alat lab ini. Tak lama saya hibahkan ke kampus, ada virus corona. Sekarang fasilitas lab saya semakin lengkap. Karena bagi saya, berikanlah pertolongan kepada orang-orang. Allah akan membalasnya dengan cara yang tidak kita duga.