REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan karyawan perusahaan sebaiknya dibekali pengetahuan tentang gejala dan indikasi radikalisme. Hal itu untuk mencegah dan memutus mata rantai paham tersebut.
Ia mengatakan terorisme menyasar siapapun atau kelompok-kelompok yang rentan, termasuk karyawan perusahaan swasta. “Karena itulah, sejak dini para karyawan dan masyarakat secara umum harus dibekali pengetahuan tentang indikasi, gejala, dan langkah praktis dalam mencegah penyebaran paham dan ideologi radikal ini," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu.
"Ideologi radikal ini bisa menyasar kepada siapapun, bahkan tidak menutup kemungkinan karyawan perusahaan swasta bisa juga terpengaruh paham radikal tersebut,” katanya.
Dalam seminar “Langkah Praktis Pencegahan Radikalisme Di Lingkungan Perusahaan Swasta”, kepala BNPT mengatakan radikalisme sebagai suatu paham berpotensi mendorong pada aksi kekerasan dan terorisme yang telah menggunakan berbagai pola penyebaran dan rekrutmen. Hal ini sangat penting diketahui oleh pemegang kebijakan di lingkungan kerja sebagai panduan untuk menilai dan mengawasi lingkungan kerja masing-masing.
Dalam banyak kasus di lingkungan kerja, fenomena radikalisme ini banyak memanfaatkan ruang-ruang terutup dan aktivitas eksklusif yang sulit dideteksi dan diawasi. "Selain itu, gejala radikalisme di lingkungan kerja terkadang juga memanfaatkan kegiatan keagamaan untuk menanamkan doktrin eksklusif, intoleran dan anti perbedaan,” ujarnya.
Karena itu, fenomena ini harus segera dikenali, dipahami dan diberikan porsi perhatian serius oleh para pemegang kebijakan di lingkungan kerja. "Karena jika tidak, fenomena ini sangat mengganggu terhadap budaya korporasi yang sehat yang menanamkan kerja sama dan kebersamaan," katanya.
Kepala BNPT kembali menegaskan tidak ada tendensi untuk menaruh curiga apalagi menuduh adanya radikalisme di lingkungan perusahaan swasta. Namun, pencegahan ini berangkat dari kesadaran bahwa tidak ada satupun masyarakat yang imun dari pengaruh paham radikal dan ideologi kekerasan.
“Jangankan karyawan dan pegawai perusahaan, di lingkungan TNI, Polri dan ASN pun sangat rentan dari pengaruh paham ini. Tidak sedikit fakta yang berbicara tentang keterpengaruhan para pegawai di lingkungan pemerintahan yang sudah terpengaruh paham radikal, intoleran teror,” ucapnya.
Kepala BNPT mengatakan ada tiga hal yang dapat menjadi daya tahan dan daya tangkal yang kuat dalam menghadapi fenomena radikalisme. Yakni, penguatan ideologi dan wawasan kebangsaan, penghargaan terhadap kearifan lokal dan wawasan keagamaan yang moderat di kalangan karyawan.
Ketua Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, mengharapkan kalangan perusahaan swasta bisa ikut serta menjadi agen penyebaran nilai-nilai kedamaian, antiradikalisme dan melakukan deteksi dini di lingkungannya. Untuk ikut membentengi perusahaan-perusahaan swasta dari radikalisme di antaranya memfasilitasi kegiatan penyuluhan atau diskusi terkait dengan pilar-pilar kebangsaan yang meliputi pengamalan Pancasila, Undang-undang Dasar 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Selain itu kita juga bisa memfasilitasi pembentukan tim kewaspadaan dini, memfasilitasi keuntungan tim penanggulangan dan juga pencegahan paham radikalisme untuk membantu BNPT,” katanya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada BNPT dan BUMN yang telah meluncurkan buku panduan pencegahan radikalisme di BUMN dan perusahaan swasta beberapa waktu lalu.