Sabtu 11 Jul 2020 11:54 WIB

Pakar Jelaskan Risiko Penularan Covid-19 di Ruang Tertutup

Peningkatan risiko di ruang tertutup karena udara hanya berputar di dalam ruangan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ruangan perkantoran (Ilustrasi). Tingkat penularan Covid-19 di ruang tertutup lebih berisiko ketimbang di ruang terbuka.
Foto: Thoudy Badai/Republika
Ruangan perkantoran (Ilustrasi). Tingkat penularan Covid-19 di ruang tertutup lebih berisiko ketimbang di ruang terbuka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merespons pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengungkapkan bahwa Covid-19 bisa menyebar dan menular melalui udara. Pandu mengungkapkan tingkat penularan Covid-19 di ruang tertutup lebih berisiko ketimbang di ruang terbuka.

"Itu yang harus kita waspadai bahwa di dalam ruang tertutup resikonya lebih tinggi dibanding di ruang terbuka," kata Pandu dalam diskusi daring, Sabtu (11/7).

Baca Juga

Ia mencontohkan salah satu tempat yang potensi penularan covid-19 cukup tinggi, yaitu di tempat kebugaran. Tidak hanya itu, di ruang perkantoran yang memiliki ventilasi buruk juga berpotensi menjadi tempat penularan yang cukup tinggi.

Ia mengatakan peningkatan risiko di ruang tertutup, khususnya dengan ventilasi yang buruk, karena udara hanya berputar di dalam ruangan. Karena itu, ia mengatakan, hal terpenting adalah ventilasi pada ruangan tersebut.

"Yang penting ventilasi, laboratorium kan juga harus ada bio security lab, sebenarnya itu prinsip untuk sirkulasinya, keluar gitu udaranya," kata dia. 

"Apalagi petugas laboratorium yang sehari-hari berurusan dengan virus, ini yang menurut saya meningkatkan kewaspadaan dan memperbaiki sistem ventilasi di dalam ruangan tertutup," ujarnya.

Selain itu, Pandu juga menjelaskan, pernyataan WHO tersebut memperkuat alasan kepada masyarakat terkait perlunya menggunakan masker baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Ia mengingatkan agar masyarakat tetap waspada di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.

"Kita tidak boleh lengah dan kita tidak boleh main-main dengan virus, ini yang menjadi setiap respon pandemik ini harus betul-betul serius," tuturnya.

Selain itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio mengatakan lamanya partikel Covid-19 bisa bertahan di udara hingga 8 jam. Karena itu, ia juga mengingatkan pentingya ventilasi udara di dalam ruangan yang tertutup. 

Selain itu, ia mengatakan cara bicara yang tidak keras juga dapat mengurangi risiko penularan. Secara teoritis, jika seseorang berbicara dengan pelan maka virus yang keluar tidak terlalu banyak.

"Tetapi, kalau bicaranya keras itu (virus) bisa banyak (keluar)," kata dia.

Ia menambahkan ini juga menjadi rekomendasi agar tempat seperti restoran tidak memperdengarkan musik latar (background) yang kencang. "Dengan adanya musik yang keras itu orang jadi bicara keras juga, dengan bicara keras itu lebih banyak virus yang keluar," jelasnya. 

Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengakui ada bukti yang muncul bahwa virus corona dapat disebarkan oleh partikel-partikel kecil yang melayang di udara. Menurut pejabat WHO, penularan melalui udara tidak dapat dikesampingkan dalam ruang yang padat, tertutup, atau berventilasi buruk. Jika bukti ini dikonfirmasi, ini dapat memengaruhi pedoman untuk jarak dalam ruangan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement