REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Masyarakat Suku Baduy di Desa Kanekes, Lebak, Banten meminta istilah wisata Baduy yang melekat pada wilayahnya selama ini untuk diubah. Mereka meminta istilah tersebut diubah menjadi Saba Budaya Baduy yang berarti silaturahim budaya Suku Baduy.
Kepala Desa Kanekes Jaro Saija menjelaskan istilah wisata sudah lama tidak disukai oleh masyarakat Baduy. Hal ini karena jika kunjungan ke wilayahnya disebut itu, maka akan ada yang dirubah di lingkungan Suku Baduy.
"Saba Baduy itu berkunjung, silaturahmi ke Baduy itu bahasa Sunda bahasa kerennya Baduy. Kalau disebut wisata tidak mau orang Baduy, karena kalau wisata harus dikembangkan supaya menarik masuk wisata sedangkan kalau kami, kalau suka datang, kalau tidak suka tidak apa-apa," jelas Saija, Sabtu (11/7).
Menurutnya, ketidak sukaan pada istilah wisata Baduy telah ada sejak masa pendahulunya. "Kolot (orang tua) kami tidak mau dan minta agar Baduy tidak disebut sebagai daerah wisata," ungkapnya.
Saija juga menjelaskan Suku Baduy tidak akan menutup diri dari kunjungan orang luar seperti yang diisukan. Hal ini karena memutus tali silaturahim dengan menutup kegiatan kunjungan orang luar bukanlah kebiasaan Suku Baduy.
"Kalau ditutup lebih ripuh (repot), satu masalah ekonomi, kedua persahabatan bisa putus. Kalau Saba (silaturahim) ditutup berarti menutup silaturahmi, bisa pecah belah dan jadi bumerang," jelasnya.
Sebelumnya isu penutupan wisata Baduy secara permanen cukup menyita perhatian setelah ada pihak yang mengaku sebagai perwakilan adat Baduy mengirimkan surat permohonan penutupan langsung ke Presiden Jokowi.