Sabtu 11 Jul 2020 21:40 WIB

Ombudsman: Jangan Sampai Siswa Putus Sekolah Akibat PPDB

Ombudsman Padang ingatkan rumitnya PPDB jangan sampai ciptakan masalah baru

Sejumlah orang tua murid mendatangi Posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kantor Dinas Pendidikan Sumatera Barat, di Padang, Sumatera Barat, Senin (6/7/2020). Orang tua murid memprotes sistem penerapan zonasi dalam PPDB daring tingkat SMA dan SMK tahun 2020 di provinsi itu, yang mengakibatkan anak mereka tidak lulus di sekolah dekat dengan rumah. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/wsj.
Foto: ANTARA/Iggoy el Fitra
Sejumlah orang tua murid mendatangi Posko Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kantor Dinas Pendidikan Sumatera Barat, di Padang, Sumatera Barat, Senin (6/7/2020). Orang tua murid memprotes sistem penerapan zonasi dalam PPDB daring tingkat SMA dan SMK tahun 2020 di provinsi itu, yang mengakibatkan anak mereka tidak lulus di sekolah dekat dengan rumah. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/wsj.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ombudsman perwakilan Sumatera Barat mengingatkan jangan sampai ada siswa yang putus sekolah akibat rumitnya proses penerimaan peserta didik baru (PPDB).

"Kalau ada siswa yang tidak dapat sekolah muncul masalah baru, dapat saja perkawinan anak meningkat dan akan lebih banyak lagi rentetan persoalan yang timbul," ujar Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yefri Heriani di Padang, Sabtu (11/7).

Menurut dia pemangku kepentingan terkait harus bijaksana menyikapi, apalagi pendidikan adalah hak anak bangsa."Jangan sampai karena proses PPDB yang rumit kemudian ada anak yang tidak diterima di sekolah negeri, kalau untuk ke swasta karena biaya besar orang tua juga kurang mampu," kata dia.

Untuk menyiasati hal ini, lembaga, seperti Badan Amil Zakat dan sejenis, harus siap membantu calon siswa yang kesulitan biaya, termasuk dari pemerintah daerah, agar semua anak usia sekolah tetap dapat melanjutkan pendidikan.

Sejalan dengan itu Asisten Ombudsman Perwakilan Sumbar Adel Wahidi memberi solusi jika saat ini sekolah negeri memiliki daya tampung terbatas maka dapat menambah rombongan belajar.

"Caranya adalah anggota DPRD lewat pokok pikiran mengalokasikan pembangunan ruang kelas baru," ujarnya.

Ia melihat ini merupakan saat yang tepat bagi para anggota DPRD untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat selaku pemilih dengan mengalokasikan dana pokok pikiran untuk pembangunan ruang kelas baru.

"Dengan demikian ada solusi untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang tentu saja harus memikirkan pemerataan lokasi sekolah dengan pemukiman warga," kata dia.

Sebelumnya Pemerintah Kota Padang akan membangun 76 unit ruang kelas baru pada 2020 agar tidak ada lagi sekolah yang menyelenggarakan proses belajar mengajar (PBM) dua sesi, yakni pagi dan siang.

"Sejalan dengan visi Kota Padang 2019-2024 mewujudkan masyarakat yang madani berbasis pendidikan, pembangunan ruang kelas baru mendesak dilakukan," kata Kepala Bappeda Kota Padang Medi Iswandi.

Ia menyampaikan dari 76 unit ruang kelas baru yang dibangun lebih banyak untuk SD karena saat ini masih ada SD yang menyelenggarakan pendidikan dua sesi, yaitu pagi dan sore. Menurutnya isu strategis yang mengemuka dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Padang adalah sarana dan prasarana pendidikan yang masih kurang.

Dalam lima tahun ke depan hingga 2024 direncanakan akan dibangun 500 ruang kelas baru dan 2020 sebanyak 76 unit, kata dia. Sementara pada sisi lain angka rata-rata lama bersekolah di Padang saat ini sudah mencapai 11,4 tahun atau setara dengan kelas 2 SMA.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement