REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak kecaman internasional terkait keputusannya menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid. Menurut Erdogan keputusannya tersebut merupakan bagian dari kedaulatan Turki.
"Mereka yang tak mengambil langkah dalam mengatasi Islamofobia di negaranya menyerang Turki yang ingin menggunakan hak kedaulatannya," ujar Erdogan dalam sebuah seremoni lewat konferensi video pada Sabtu seperti dilansir Aljazirah.
Erdogan sudah sejak lama ingin mengubah status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Pada 2018, Erdogan membaca ayat Alquran di Hagia Sophia. Kecamannya dari internasional tak membuatnya mundur dan ia berulangkali menegaskan status Hagia Sophia yang juga warisan Unesco ini adalah urusan Turki.
Keinginan Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid terwujud setelah pengadilan mencabut keputusan status museum yang disematkan pada 1934 ketika Kemal Ataturk berkuasa pada Jumat lalu. Setelah putusan itu ia langsung mengeluarkan dekrit bahwa Hagia Sophia tak lagi di bawah Menteri Kebudayaan, namun di Kementerian Urusan Agama.
Langkah Erdgogan menuai kecaman. Yunani menyebut Turki melakukan provokasi. AS dan Prancis juga menyatakan kekecewaannya. Begitu pula Rusia yang menganggap bangunan itu sebagai warisan dunia. Dewan Gereja Sedunia menulis surat kepada Erdogan untuk mengungkapkan "kesedihan dan kegelisahan" atas langkah itu. Mereka mendesak Erdogan untuk mencabut keputusannya.
Perjalanan Hagia Sophia
Hagia Sophia adalah gereja pertama yang diresmikan pada 15 Februari 360 M di masa pemerintahan kaisar Konstantius II oleh uskup Eudoxius dari Antioka. Gereja dibangun di sebelah tempat istana kekaisaran Byzantium.
Pada 7 Mei 558 M, di masa kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Kemudian, pada 26 Oktober 986 M pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025) juga kembali terkena gempa.
Akhirnya, pada awalan abad ke-14 dilakukan renovasi besar-besaran agar tidak terkena gempa lagi. Keistimewaan kubah ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamentalnya 54 meter.
Interiornya pun dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi ukiran. Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II pada 29 Mei 1453. Sultan turun dari kudanya dan bersujud syukur pada Allah SWT, lalu pergi ke Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan agar gereja tersebut diubah menjadi Masjid Aya Sofia yang dikemudian hari digunakan untuk melakukan shalat berjamaah, shalat Jumat, dan kegiatan keagamaan umat Islam lainnya.
Hingga pada 1937, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum. Sehingga mulailah proyek pembongkaran Hagia Sophia, dimulai dari dinding dan langit-langit dikerok dari cat-cat kaligrafi hingga ditemukan kembali lukisan-lukisan sakral Kristen.
Sejak saat itu, Masjid Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata yang terkenal oleh pemerintah Turki di Istanbul. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Byzantium yang indah memesona.
Karakter arsitektur Byzantium menunjukkan pengembangan dari tiga periode utama. Pertama, 330-850 M termasuk masa permerintahan Justinian; Kedua, 850-1200 M termasuk dalam dinasti Macedonia dan Comnenia; Ketuga, 1200 M hingg saat ini. Karakter arsitektur juga terpengaruh oleh budaya lokal, seperti yang terlihat di Turki, Italia, Yunani, Macedonia, Armenia, Syria, rusia Serbia, dan Prancis.