REPUBLIKA.CO.ID, SREBRENICA -- Muslim Bosnia sedang memperingati 25 tahun pembantaian Srebrenica, kekejaman terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II. Peringatan dihelat secara sederhana di tengah pandemi Covid-19.
Banyak pelayat memberanikan diri mengabaikan pembatasan sosial demi menghadiri upacara peletakan sisa sembilan korban yang diidentifikasi selama setahun terakhir. Pada 11 Juli 1995, setelah mengepung wilayah Srebrenica di Bosnia, pasukan Serbia membunuh lebih dari 8.000 pria dan anak lelaki Muslim Bosnia hanya dalam waktu beberapa hari.
Sehad Hasanovic (27 tahun) adalah salah satu dari sekitar 3.000 kerabat korban yang menghadiri peringatan 25 tahun peristiwa Pembantaian Srebrenica. Dia memiliki seorang putri berusia dua tahun, usia yang sama ketika Sehad kehilangan ayahnya.
"Sulit ketika Anda melihat seseorang memanggil ayah mereka dan Anda tidak memilikinya," kata Hasanovic sambil menangis, seperti dikutip dari SBS News, Ahad (12/7).
Sehad mengaku, ketika itu ayahnya Semso, meninggalkannya pergi ke dalam hutan dan tak pernah kembali. Ironisnya, hanya beberapa tulang yang ditemukan. Seperti saudaranya, Semso terbunuh ketika pasukan Serbia Bosnia yang dipimpin oleh Ratko Mladic memasuki daerah Srebrenica sebelum secara sistematis membantai pria dan remaja Bosnia.
"Para suami dari empat saudara perempuan saya terbunuh. Adikku terbunuh, begitu juga putranya. Ibu mertuaku kehilangan putra lain dan juga suaminya," kata Ifeta Hasanovic (48). Suaminya Hasib adalah salah satu dari sembilan korban yang jasadnya telah diidentifikasi sejak Juli 2019.
Sembilan korban dimakamkan di pemakaman Peringatan Genosida di Potocari, sebuah desa dekat Srebrenica di mana pangkalan pasukan perlindungan PBB berada. Hampir 7.000 dari mereka yang tewas telah diidentifikasi, artinya sekitar 1.000 lebih masih dapat ditemukan dan dikuburkan secara resmi.