REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pemerintah Daerah Palestina, Majdi Al-Saleh mengatakan, Israel telah mengancam untuk memutus pasokan listrik ke beberapa kota di Palestina. Ancaman itu ia sebut, sebagai respons dari Israel terkait koordinasi buruk dengan Palestina, atas rencana Israel dalam mencaplok wilayah Tepi Barat Palestina.
Dalam pernyataanya seperti dilaporkan Middle East Monitor, pihak kementerian mengutuk ancaman agresif Israel. Terlebih, ketika ancaman itu bernada eksploitasi saat terjadi pandemi yang dialami negara di seluruh dunia.
Al-Saleh meminta agar lembaga-lembaga internasional dan hak asasi manusia termasuk Palang Merah, untuk menghentikan praktik-praktik tidak manusiawi Israel itu terutama yang mengancam pekerjaan menyangkut semua fasilitas dan langkah kesehatan pada saat kritis ini.
Pihak berwenang Israel juga telah memberi informasi lebih lanjut pada 47 dewan lokal bahwa mereka akan memotong pasokan listrik mereka. Tak hanya ancaman, hingga kini Israel juga dilaporkan telah memutus aliran listrik dari beberapa kota termasuk Tafooh dan Bani Naim dan sebagian wilayah lain di Hebron, Palestina. Langkah Israel itu, mengganggu pekerjaan pusat perawatan kesehatan yang digunakan untuk menguji dan merawat pasien Covid-19.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota kota Yaabad dekat Jenin mengatakan pemerintah Israel telah memutuskan pasokan listrik dengan dalih, utang yang belum dibayarkan. Padahal menurutnya, alasan itu tidak masuk akal. Terlebih, ketika pemerintah kota dan Otoritas Listrik Yaabad memiliki semua dokumen resmi yang membuktikan tagihan telah diselesaikan.
Namun demikian, Israel saat ini juga dilaporkan membuka kembali saluran komunikasi langsung dengan wilayah-wilayah Palestina. Tujuannya, menghindari keputusan Otoritas Palestina untuk komunikasi yang parah dengan Israel. Walaupun, niat itu dilatarbelakangi rencana Tel Aviv untuk mencaplok wilayah-wilayah besar Tepi Barat.