REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menyayangkan adanya kampanye hoaks yang beredar pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Untuk itu, ia mendorong adanya regulasi untuk menindak perbuatan tersebut.
"Entah pengaturannya seperti apa, kalau kami lihat yang diatur baik regulasi, terkait aturan medsos, ini akun resmi yang dilaporkan, terdata," ujar Baidowi dalam sebuah acara bedah buku, Ahad (12/7).
Ia mencontohkan kampanye hoaks selama pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Saat itu, kedua pasangan capres diserang banyaknya informasi-informasi bohong, yang membuat masyarakat tak fokus pada visi dan misi pasangan calon.
"Banyak bunyi adalah kampanye-kampanye berbau hoaks. Itu lebih mudah dicerna masyarakat, jadi menjadi PR ini untuk kita semua," ujar Baidowi.
Hal ini pula yang berdampak negatif kepada calon legislatif yang partainya mendukung salah satu pasangan calon. "Sampai segitunya (hoaks) masuk ke benak masyarakat, padahal itu jelas itu berita hoaks. Tapi disampaikan berulang-ulang, tertanam dalam alam sadar masyarakat," ujar Baidowi.
Untuk itu, regulasi untuk menindak adanya kampanye bersifat hoaks ini perlu ada. Khususnya, dalam menindak buzzer yang menyebarkan informasi tak benar selama pemilu.
"Kelompok buzzer merupakan pasukan non ideologis, pasukan yang tidak memikirkan ideologi sama sekali. Tetapi lebih memikirkan bisnis semata," ujar Baidowi.