REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), Jamal Wiwoho menyampaikan urgensi dalam upaya pengaturan Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) ke dalam Undang Undang (UU). Menurut dia, pengaturan PIP dalam UU perlu dilakukan untuk menjawab tantangan budaya global yang menggerus pemahaman dan pengamalan nilai Pancasila di masyarakat.
"Meski begitu, pengaturan PIP dalam UU juga harus memastikan bahwa pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila tidak disalahgunakan," kata Jamal dalam pernyataannya, Ahad (12/7).
Jamal yang juga Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) ini berharap, agar pengaturan PIP dalam UU tidak saja mengatur penafsiran nilai dasar filsafat Pancasila. Namun, juga harus mengembalikan dan meletakkan nilai-nilai Pancasila dalam UUD 1945.
Menurut Jamal, pengaturan PIP dalam UU juga bisa menjadi momentum untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Sebab, lembaga yang dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 Februari 2018 lalu ini masih berpayung pada Peraturan Presiden.
“Pengaturan PIP dalam UU sebaiknya berisi tentang norma pengaturan kelembagaan di BPIP agar lebih berwibawa dan efektif," ucap Jamal.
Dalam perkembangan Kemelut Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP), RUU tersebut diusulkan untuk diubah. Salah satu yang muncul adalah agar RUU tersebut dijadikan menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP).
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi mengatakan, perubahan RUU dari HIP menjadi PIP harus melewati tahap program legislasi nasional (Prolegnas). "Kalau itu usulan baru ya harus masuk prolegnas," kata politikus yang kerap disapa Awiek ini saat dikonfirmasi Republika.
Dengan nama RUU PIP, sejumlah pihak mengharapkan agar RUU ini lebih menjadi payung hukum berupa undang-undang untuk Badan Pemeliharaan Ideologi Pancasila (BPIP). Namun, RUU ini dilarang untuk menafsirkan Pancasila seperti yang tertuang dalam draf RUU HIP.
Dengan adanya perubahan substansi, Awiek pun menegaskan, sebagai RUU baru, maka harus dimasukkan ulang pada Prolegnas tahun berikutnya. "Kalau ada perubahan substansi itu namanya RUU baru," tegas Politikus PPP ini.