REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta mengaku, heran atas sikap pemerintah yang masih bersikukuh melanjutkan program kartu prakerja yang banyak mendapat kritik masyarakat. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan revisi pelaksanaan Program Kartu Prakerja dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Pepres).
"Saya melihat tidak banyak perubahan dalam Perpres ini, semangatnya masih sama seperti yang lama. Termasuk soal pelatihan daring yang banyak mendapat kritikan, masih saja akan dilakukan," ujar Sukamta dalam siaran persnya, Ahad (12/7).
Dalam Perpres Nomor 76 tahun 2020 tentang Perubahan atas Perpres 36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja, pada pasal 5 ditambahkan adanya konten pelatihan kewirausahaan, juga disebutkan di pasal 6 ayat 2 pelatihan dengan mempertimbangkan standar kompetensi kerja. Hal itu, kata Sukamta, seperti tambahan pemanis kata saja.
Menurut Sukamta, jika pemerintah peka terhadap berbagai kritik dan masukan, semestinya pelatihan online ditiadakan dan skema kartu prakerja murni dalam bentuk bantuan untuk para pekerja yang terkena PHK. Hal ini, menurutnya, akan lebih menghemat pengeluaran uang pemerintah yang saat ini jumlahnya terbatas karena minimnya pendapatan negara.
"Mestinya dengan kondisi krisis ekonomi yang mulai terasa saat ini, semangatnya efisiensi anggaran hanya untuk hal-hal yang mendesak. Jika pelatihan secara online ditiadakan, setidaknya negara bisa hemat Rp 5,6 triliun. Anggaran ini bisa dialihkan untuk penanganan Covid-19 atau untuk pemulihan usaha mikro dan kecil," tuturnya.
Lebih lanjut Sukamta juga melihat aktivitas transaksi melalui paltform digital pada masa pandemi saat ini meningkat pesat. Laporan Kominfo, aktivitas belanja online meningkat sampai 400 persen selama pandemi Covid-19. Bank Indonesia juga mencatat transaksi e-commerce melonjak jadi 2,4 miliar dolar Amerika atau meningkat 26 persen dari kuartal II-2019.
"Dengan kondisi masyarakat yang alami kesulitan ekonomi, pemerintah bisa meminta kepada perusaaan paltform digital untuk berikan pelatihan secara gratis kepada masyarakat, khususnya kalangan pencari kerja dari keluarga tidak mampu. Saya yakin perusahaan paltform digital yang saat ini sedang mereguk untung besar mau untuk buat skema pelatihan gratis," ujarnya.
Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini juga tetap ingatkan pemerintah untuk tidak semaunya membuat aturan di masa pandemi yang dapat dapat mengarah kepada moral hazard. Seperti di Perpres revisi ini disebutkan pada pasal 31A, pemilihan platform digital dan lembaga pelatihan tidak termasuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah namun tetap memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang jasa pemerintah.
"Ini kan jelas bisa membuka peluang korupsi, karena diberi diskresi sebagai proses yang tidak masuk pengadaan barang dan jasa," ungkap Sukamta.
Apalagi, lanjut Sukamta, pada pasal 31B disebutkan, kebijakan yang telah ditetapkan oleh Komite Cipta Kerja dan tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan Program Kartu Prakerja oleh Manajemen Pelaksana sebelum Peraturan Presiden ini mulai berlaku dinyatakan sah sepanjang didasarkan pada iktikad baik. Ukuran itikad bai sangat subyektif, revisi Perpres ini terlalu berlebihan.
"Akan lebih baik program ini dihentikan saja dan diganti dengan skema bantuan untuk korban PHK akibat pandemi," tandas Sukamta.