REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,5 triliun untuk program pengembangan pendidikan vokasi. Alokasi anggaran digunakan untuk mewujudkan link and match antara pendidikan vokasi, dan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), serta beberapa kebijakan program yang dilakukan.
"Jangan hanya sebatas seremoni tanda tangan MoU, lalu sudah merasa link and match. Harus diikuti oleh kegiatan-kegiatan kolaborasi dan sinergis yang saling menguntungkan dan sampai menghasilkan SDM unggul dan kompeten," Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto, dalam keterangannya, Senin (13/7).
Ia menjelaskan, program yang termasuk di dalam Rp 3,5 triliun tadi adalah Bursa Kerja Khusus (BKK), program Center of Excellence Sekolah Menengah Kejuruan, Gerakan Pernikahan Masal Kampus Vokasi. Hal ini dialkukan antara ribuan kampus vokasi, SMK, lembaga kursus pelatihan dengan dunia usaha dan dunia industri.
Ia menambahkan, terdapat minimal lima paket yang harus menjadi pilar utama pernikahan antara sekolah vokasi dan industri. Pertama yaitu kurikulum disusun bersama kedua belah pihak.
Kedua, dosen/guru tamu minimal mengajar 50 hingga 100 jam per semester berasal dari expert dan praktisi profesional berkompeten dari industri dan dunia kerja. Selanjutnya, ketiga adalah magang dirancang sejak awal.
Keempat, komitmen serapan lulusan. Kelima, dosen vokasi dan guru-guru SMK juga mendapatkan pelatihan atau update teknologi dari pihak industri.
"Lima paket link and match tersebut didorong dengan Rp 3,5 triliun tadi, tahun ini. Meskipun pandemi, tetap kita dorong agar pendidikan vokasi benar-benar relevan dengan industri dan dunia kerja. Mereka sedang bergerak masif menuju kondisi kebiasaan baru, yang mungkin bisa semakin sulit dikejar kesesuaiannya oleh kurikulum vokasi bila tidak terjadi pernikahan selama pandemi," kata dia.