REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pelaku penembakan Christchurch, Selandia Baru yang membunuh 51 orang akan mewakili dirinya sendiri dalam sidang putusan vonis. Pengadilan mengatakan keputusan laki-laki asal Australia itu disampaikan satu bulan sebelum sidang digelar.
Pada awal tahun ini, Brenton Tarrant mengaku bersalah dalam penembakan massal terburuk sepanjang sejarah Selandia Baru. Ia didakwa atas 51 pasal pembunuhan, 40 pasal percobaan pembunuhan dan satu pasal aksi terorisme.
Pengakuan bersalahnya diajukan dalam sidang yang berlangsung selama enam bulan dimulai pada Juni. Pengadilan mengeluarkan pernyataan Hakim Cameron Mander yang mengatakan keputusan Tarrant untuk mewakili dirinya sendiri tidak mempengaruhi sidang putusan yang dimulai pada 24 Agustus.
Hakim menyetujui permintaan Tarrant dalam video call sebelum sidang. Setelah warga Australia itu mengatakan ia memahami haknya untuk memiliki perwakilan hukum dan ia ingin melepas hak tersebut.
Pengacara-pengacara Tarrant mengatakan 'tidak ada konflik atau retaknya hubungan' antara mereka dan Tarrant. Mereka mengatakan permintaan tersebut sesuai dengan hak-haknya.
"Tarrant telah menginstruksikan pada penasihat hukum ia ingin bertindak untuk dirinya sendiri dalam sidang vonis," kata para pengacara tersebut dalam pernyataan tertulis mereka, Senin (13/7).
Tarrant memiliki pengacara sejak sidang keduanya pada 5 April tahun lalu. "Kami tidak kecewa dengan keputusan Pak Tarrant," kata pengacara-pengacara tersebut.
Surat kabar Selandia Baru, New Zealand Herald melaporkan jadwal resmi sidang vonis akan dikonfirmasi pada Senin ini di Pengadilan Tinggi Christchurch. Penyintas dan keluarga korban penembakan akan turut hadir dalam sidang tersebut.
Tarrant sudah berada di tahanan polisi sejak 15 Maret 2019 lalu setelah ia menembak jamaah sholat Jumat di dua masjid di Christchurch dengan senjata api semi-otomatis.