Senin 13 Jul 2020 16:53 WIB

Alasan Istilah Wisata Baduy Diubah Jadi Saba Budaya

Saba Budaya Baduy memiliki arti yang lebih mendalam dibanding wisata Baduy.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Indira Rezkisari
Warga Baduy Dalam menunggu wisatawan di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Selasa (7/7/2020). Lembaga Adat Baduy mengirim surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo untuk menutup atau menghapus wilayah Baduy, Lebak, Banten dari lokasi tujuan wisata karena merasa terganggu kedatangan wisatawan yang mencemari lingkungan sekitar. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/hp.
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Warga Baduy Dalam menunggu wisatawan di Desa Kanekes, Lebak, Banten, Selasa (7/7/2020). Lembaga Adat Baduy mengirim surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo untuk menutup atau menghapus wilayah Baduy, Lebak, Banten dari lokasi tujuan wisata karena merasa terganggu kedatangan wisatawan yang mencemari lingkungan sekitar. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/hp.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak menyebut akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat tentang permintaan masyarakat Baduy yang ingin istilah wisata di wilayahnya dirubah menjadi Saba Budaya Baduy. Istilah Saba Budaya berasal dari bahasa sunda yang berarti silaturahmi budaya dan dianggap lebih baik dibanding wisata.

Kepala Dinas Pariwisata Lebak, Imam Rismahayadin, mengatakan istilah Saba Budaya sebagai pengganti kata wisata sebenarnya telah tertuang dalam Perdes Suku Baduy nomor 1 tahun 2007. Istilah Saba Budaya juga dikatakannya telah tertuang di setiap nomenklatur aktivitas kunjungan ke Baduy oleh Pemkab Lebak.

Baca Juga

"Terkait tuntutan penghapusan istilah nama Wisata Baduy diganti Saba Budaya ternyata baru tahu sudah tertuang di Perdes no 1 2007. Jadi sudah lama sekali, pemerintah akan memfasilitasi itu dan di kami juga nomenklaturnya sampai sekarang Saba Budaya Baduy," kata Imam Rismahayadin, Senin (13/7).

Masih banyak penyebutan istilah Wisata Baduy dikatakannya karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat umum. "Makanya ini akan jadi tugas kami, Pemkab dan Pemprov untuk buat SOP (standar operasional prosedur) yang kemudian disebarkan kepada khalayak," katanya.

Imam menuturkan perubahan istilah ini yang sebenarnya diinginkan oleh suku Baduy, bukan penghapusan wilayah Baduy dari destinasi kunjungan. Adanya isu masyarakat Baduy tidak mau menerima kunjungan orang luar lagi dikatakannya telah dibantah oleh lembaga adat suku Baduy.

"Adanya surat mandat (penghapusan destinasi wisata) sebelumnya itu cukup menghebohkan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sampai ke pusat di tingkat nasional. Alhamdulillah sudah ada pernyataan lembaga adat kalau tidak ada mandat seperti yang beredar," ujarnya.

Beredarnya surat mandat suku Baduy yang dikirimkan kepada Presiden dikatakannya seolah ingin menggambarkan kalau hubungan suku Baduy tidak sejalan dengan Pemkab Lebak dan Pemprov Banten. "Permintaan suku Baduy sebenarnya sederhana, yaitu melaksanakan Perdes nomer 1 tahun 2007 yang sudah ada dan semuanya melaksanakan perdes," ujarnya.

Perdes tersebut dikatakan Imam juga mengatur tata cara kunjungan ke Baduy yang selama ini tidak dipatuhi masyarakat umum. "Kita akan jalankan Perdes supaya Saba Budaya betul-betul tujuan dan harapannya sesuai, bukan menjadikan Baduy tontonan tapi tuntunan,"ujarnya.

Sementara Kepala Desa Kanekes Jaro Saija mengatakan penyebutan wilayah Baduy sebagai destinasi wisata telah lama tidak disukai oleh masyarakat Baduy. Menurutnya, sebutan destinasi wisata dikhawatirkan akan merubah lingkungan dan adat Baduy demi menarik wisatawan.

Perubahan istilah ini dikatakannya menjadi keputusan lembaga adat yang harus diikuti oleh setiap pihak. Sehingga masyarakat luar masih bisa berkunjung ke Baduy, namun penyebutannya bukan aktivitas wisata.

"Keputusan ini tidak boleh diubah, untuk Saba Budaya dan Perda hak tanah wilayah (tanah adat). Jadi warga luar masih boleh ke Baduy cuma namanya Saba Budaya," jelas Saija.

Menurutnya, ketidaksukaan masyarakat Baduy pada istilah wisata Baduy telah ada sejak masa pendahulunya. "Kolot (orang tua) kami tidak mau dan minta agar Baduy tidak disebut sebagai daerah wisata," ungkapnya

Saba Budaya Baduy dikatakannya memiliki arti yang lebih mendalam dibanding wisata Baduy karena berarti silaturahmi atau mempererat hubungan. Masyarakat Baduy menurutnya selalu diajarkan untuk mempererat silaturahmi antar sesama sehingga isu Baduy tidak lagi menerima kunjungan orang luar adalah tidak benar.

"Saba Baduy itu berkunjung, silaturahmi ke Baduy itu bahasa Sunda bahasa kerennya Baduy. Kalau disebut wisata tidak mau orang Baduy, karena kalau wisata harus dikembangkan supaya menarik masuk wisata sedangkan kalau kami, kalau suka datang, kalau tidak suka tidak apa-apa," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement