Senin 13 Jul 2020 17:21 WIB

Djoko Tjandra Manfaatkan Kelemahan Imigrasi

Dirjen Imigrasi beralasan petugas masih muda sehingga tak mengetahui Djoko Tjandra.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting mengakui adanya sejumlah kelemahan di lembanya. Hal itulah yang kemungkinan dimanfaatkan buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, untuk masuk ke Indonesia.

"Dia tahu kelemahan kita, dia main di kelemahan kita itu. Kami menyadari itu," ujar Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7).

Baca Juga

Hal inilah yang terjadi pada pembuatan paspor Djoko Tjandra. Jhoni beralasan petugas pembuatan paspor saat itu masih muda sehingga tak mengetahui siapa itu Djoko Tjandra.

"Bukan membela lagi, tidak. Kalau kami disalahkan, kami disalahkan, kami menerima. Karena dia (petugas) masih umur 23 tahun, dia baru lulus, dia tidak kenal dengan Djoko Tjandra," ujar Jhoni.

Namun, ia menambahkan, paspor Djoko Tjandra yang dibuat pada 2007 dan 2012 tidak pernah digunakan. Itu dilihat dari tidak adanya cap dari pihak imigrasi.

"Sehingga saya mengatakan, de Jure dia di Indonesia. De Factonya mari kita bersama penegak hukum yang lain," ujar Jhoni.

Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding menilai adanya skenario terkait lolosnya Djoko Tjandra. Sebab, seorang warga negara asing yang buron seharusnya terdeteksi oleh pihak keimigrasian.

"Anehnya, seorang warga negara asing yang juga sebagai penjahat terhadap putusan hukum tetap, bisa masuk dan lolos tanpa terdeteksi oleh pihak imigrasi," ujar Sudding.

Pihak Ditjen Imigrasi dan aparat penegak hukum juga terkesan tak ada koordinasi untuk menangkap Djoko Tjandra. Apalagi mengingat kronologi masuknya dia ke Indonesia, mulai dari dihapusnya dari daftar pencarian orang (DPO) hingga memeroleh KTP elektronik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement