Senin 13 Jul 2020 17:53 WIB

Perjuangan Korban Kekerasan Seksual Mesir Cari Keadilan

Kekerasan dan pelecehan seksual menjadi masalah mendalam di Mesir

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Perempuan Mesir, ilustrasi
Foto: Amr Nabil/AP Photo
Perempuan Mesir, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Selama dua pekan, sebuah kasus kekerasan seksual terhadap beberapa perempuan muncul di Mesir. Para korban menggambarkan, peristiwa tersebut bermula dari pertemuan dengan seorang mahasiswa di universitas paling elite di Mesir secara langsung dan daring, kemudian terjadi penipuan, pelecehan seksual, penyerangan, pemerasan, atau pemerkosaan.

Beberapa perempuan di bawah umur ketika dugaan kejahatan terjadi. Secara keseluruhan, lebih dari 100 korban telah muncul melalui media sosial dalam dua pekan tersebut. Kasus itu pun mengangkat kembali gerakan #MeToo di media sosial.

Baca Juga

Perwakilan dari pusat hak-hak perempuan, Abuel-Komsan, menyatakan, setidaknya 10 perempuan telah secara resmi melaporkan klaim mereka. Aktivis pun membuat akun Instagram @assaultpolice untuk mengumpulkan tuduhan dan lebih dari 100 akun telah berbicara.

"Kami menuntut untuk didengarkan...Kami hanya menggunakan apa yang kami miliki, meminjamkan suara kami untuk mudah-mudahan membuat semacam perubahan," kata penulis yang berada di Amerika Serikat dan mengelola akun tersebut, Sabah Khodir.

Pemuda pelaku kekerasan seksual itu telah ditangkap pekan lalu. Hanya saja, isu yang dibahas semakin berkembang dengan proses peradilan yang berlangsung. 

Dalam sebuah pernyataan, petugas jaksa penuntut umum mengatakan, pelaku mengakui bahwa dia memeras setidaknya enam perempuan. Pelaku mengatakan, dia mengancam akan mengirim foto-foto sensitif korban ke keluarga jika mereka memutuskan hubungan.

Menurut tuduhan yang diposting di media sosial dalam dua minggu terakhir, pelaku mencari teman di Facebook dengan memanfaatkan grup atau klub sekolah. Dia akan memulai dengan pujian, kemudian menekan para perempuan untuk berbagi foto-foto intim yang kemudian digunakan untuk memeras agar bisa berhubungan seks dengannya. Jika tidak, dia akan mengancam untuk mengirim foto ke keluarga.

Dalam beberapa kasus, keterangan jaksa penuntut umum, pelaku menarik simpati dengan mengklaim sedang mengalami krisis. Dia kemudian membujuk korban untuk ke rumahnya di sebuah kompleks kelas atas, dan melakukan  pelecehan seksual terhadap korban.

Menurut pernyataan lima halaman oleh jaksa penuntut umum, pengadilan telah memerintahkan terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan sambil menunggu penyelidikan atas serangkaian tuduhan yang termasuk percobaan pemerkosaan, pemerasan, dan penyerangan tidak senonoh. Dalam pernyataan yang sama, jaksa mendesak lebih banyak korban untuk ikut bersuara.

Aktivis hak-hak perempuan berharap tanggapan cepat pihak berwenang memberi sinyal perubahan dalam cara pandang masyarakat Mesir menangani tuduhan kekerasan seksual. "Apa yang sebelum kasus ini benar-benar berbeda dari apa yang terjadi setelahnya," kata kepala Pusat Hak-Hak Wanita Mesir dan seorang pengacara yang mewakili beberapa korban, Nihad Abuel-Komsan.

Kekerasan seksual dan pelecehan adalah masalah mendalam di Mesir. Para korban harus berjuang melawan arus budaya konservatif yang biasanya mengikat badan perempuan dengan reputasi keluarga. Di pengadilan, beban pembuktian terletak pada korban kejahatan tersebut.

Pekan lalu, pemerintah Presiden Abdel-Fattah el-Sissi mengamandemen hukum pidana negara untuk meningkatkan perlindungan bagi identitas korban kekerasan seksual. Amandemen itu masih membutuhkan persetujuan parlemen dan tanda tangan el-Sissi untuk dijadikan hukum.

Keluhan kekerasan seksual biasanya melibatkan pelecehan di jalan Mesir. Selama dan setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak, perempuan sering dilecehkan, diraba-raba, dan dalam beberapa kasus, dipukuli dan dianiaya secara seksual selama protes massal.

Kali ini, ada tanda-tanda riak yang lebih luas di seluruh masyarakat. Serangkaian pengaduan saat ini telah mendorong Al-Azhar yang merupakan lembaga keagamaan terkemuka dunia Muslim untuk berbicara tentang pelecehan dan penyerangan seksual. Lembaga tersebut dianggap perlu menyatakan anggapan perempuan bersalah jika pakaiannya kurang sopan itu tidak benar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement