REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wabah Covid-19 berdampak pada penurunan pembiayaan dari platform fintech peer to peer lending. Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan menyampaikan puncak drastis penurunan terjadi mulai April 2020.
"Covid-19 ini membuat P2P mengerem disbursement, jadi pasti ada penurunan dan puncaknya pada April-Mei," katanya dalam konferensi pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Senin (13/7).
Penyaluran kredit masih dilakukan namun sangat selektif hanya pada borrower eksisting dengan rekam jejak baik. Akumulasi penyaluran kredit per Mei 2020 tercatat Rp 109,18 triliun, naik 166,03 persen (yoy) dengan outstanding Rp 12,86 triliun.
Jika dirunut, mulai Maret penyaluran pinjaman masih normal sekitar Rp 7,14 triliun. Namun saat April penyaluran turun drastis efek pandemi menjadi Rp 3,52 triliun dan Mei sebesar Rp 3,12 triliun. Jumlah peminjam juga mengalami tren yang sama.
Pada Februari dan Maret 2020 jumlah peminjam baru masing-masing 1,8 juta peminjam. Pada bulan April 2020, jumlahnya berkurang drastis jadi 612 ribu peminjam baru.
Ketua Harian AFPI Kuseryansyah menambahkan, pertumbuhan penyaluran pembiayaan secara agregat dari data industri menunjukkan penurunan pada April-Mei 2020 sebesar 3,12 persen. Jumlah tersebut jauh berkurang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,87 persen.
"Harus kita akui dampak Covid-19 menyebabkan sebagian platform melakukan pengurangan penyaluran kredit ke pinjaman baru," kata pria yang akrab disapa Sunu ini.
Pembatasan tersebut mengingat kekhawatiran akan rasio pembayaran bermasalah yang meningkat juga preferensi dari lender atau pemberi pinjaman. Bagaimana pun, P2P melayani segmen underbank yang berisiko tinggi dan saat ini terkena dampak wabah secara langsung. Menurut data OJK, Tingkat Keberhasilan 90 Hari menurun dari Desember 2019 sebesar 96,35 persen menjadi 94,90 persen per Mei 2020.
Selain penyaluran pada peminjam lama dengan seleksi ketat, penyaluran juga dilakukan pada sektor-sektor yang masih produktif dan prospektif. Seperti sektor kesehatan yang menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi dari biasanya.
Sunu menyampaikan, asosiasi sudah menyampaikan usulan pada regulator untuk meningkatkan batas atas pinjaman yang diperbolehkan jadi diatas Rp 2 miliar untuk sektor industri tertentu yang prospektif. Menurutnya, usulan ini masih dikaji karena Covid-19 juga memberi peluang.