Selasa 14 Jul 2020 05:41 WIB

Alasan-Alasan Atas Dugaan Djoko Tjandra Sengaja Diloloskan

DPR membeberkan alasan mereka yakin Djoko Tjandra sengaja diloloskan masuk Indonesia.

Djoko S Tjandra
Foto: Antara
Djoko S Tjandra

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Haura Hafizhah

Lolosnya buron kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra dinilai sebagai tamparan keras bagi lemahnya aparat penegak hukum di Indonesia. Sejumlah anggota Komisi III DPR bahkan tak segan menyebut lolosnya orang tersebut merupakan bentuk 'penghargaan' dari negara bagi koruptor di Indonesia.

Baca Juga

Anggota Komisi III Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, Direktorat Jenderal Imigrasi sewajarnya mudah mendeteksi seorang buron yang masuk ke Indonesia. Namun hal ini tak terjadi di Indonesia, saat Djoko Tjandra dengan mudahnya membuat KTP elektronik dan paspor.

“Dokumen menunjukkan (Djoko Tjandra) masuk tidak lewat jalan tikus, ini menunjukkan pemerintah memberikan jalan masuk, lewat jalan tol, memberi karpet merah,” ujar Benny dalam rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting, Senin (13/7).

Ia menduga adanya pihak lain yang ikut 'bermain' atas gagal ditangkapnya Djoko Tjandra. Pasalnya, seluruh kronologi dari lolosnya buron kasus korupsi cessie Bank Bali itu seakan telah disusun sedemikian rupa agar berjalan mulus.

Mulai dari National Central Bureau (NCB) Interpol yang menghapus status buron dan penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM). Hingga terbitnya paspor Djoko Tjandra pada 23 Juni 2020.

“Penjelasan dan dokumen yang ada makin meyakinkan kita bahwa masuknya Djoko ini memang dikawal, dikasih karpet merah oleh pemerintah,” ujar Benny.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun disinggungnya atas lolosnya Djoko Tjandra dari jeratan hukum. Apalagi setelah sempat adanya pertemuan mantan Gubernur DKI Jakarta itu, dengan Sangkara Tjandra yang merupakan adik dari Djoko Tjandra.

Diketahui, Presiden Jokowi pernah bertemu dengan Sangkara Tjandra di tengah jamuan makan malam kenegaraan bersama Perdana Menter Papua Nugini Peter Charles Paire O'Neill. Pertemuan itu berlangsung dj Gedung Parlemen, Port Moresby, Papua Nugini pada Senin (11/5/2015).

“Jadi kalau tidak ada penjelasan, publik nanti punya analisa imajinasi. Jelas setelah adik Djoko ketemu presiden, dibukalah pintu masuk,” ujar Benny.

Lolosnya Djoko Tjandra dari aparat penegak hukum dinilai sebagai lemahnya koordinasi antar lembaga di Indonesia. Tetapi selain itu, diduga adanya skenario yang telah disusun sedemikian rupa agar rencana tersebut berjalan tanpa hambatan.

Anggota Komisi III Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding yang menyebut adanya skenario tersebut. Pasalnya, Djoko Tjandra diketahui telah mengubah kewarganegaannya menjadi warga negara Papua Nugini. Namun entah bagaimana ceritanya, buron tersebut justru lepas saat ia masuk ke Indonesia.

Pribahasa, “Semut di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tak terlihat” dinilai tepat untuk menggambarkan kondisi yang terjadi saat ini. Karena di sisi lain, aparat penegak hukum justru berhasil menangkap tersangka pembobol kas BNI senilai Rp 1,2 triliun, Maria Pauline Lumowa yang diekstradisi dari Serbia.

“Anehnya seorang warga negara asing yang juga sebagai penjagat terhadap putusan hukum tetap, bisa masuk dan lolos tanpa terdeteksi oleh pihak imigrasi,” ujar Sudding.

Koordinasi antarlembaga menjadi poin yang paling dikritisi oleh Sudding. Setidaknya, Ditjen Imigrasi, Kejaksaan Agung, dan kepolisian 'digocek' oleh Djoko Tjandra saat dengan mudahnya membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta.

Ia meminta adanya koordinasi yang lebih baik dalam menangkan seorang buronan. Agar kasus lolosnya Djoko Tjandra ini tak terulang kembali di masa mendatang.

"Saya kira ini satu kelemahan di pihak imigrasi dan saya minta penjelasan ke Dirjen (Imigrasi) bisa keluar paspor ini," ujar Sudding.

Sementara itu, anggota Komisi III Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mempertanyakan pembuatan paspor Djoko Tjandra yang berjalan mulus tanpa adanya hambatan. Pihak Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dinilai tak menggunakan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan paspor seorang buron.

“Seluruh masyarakat Indonesia sudah tahu kalau Djoko Tjandra merupakan buronan dan terpidana, saya ingin Dirjen Imigrasi memberikan jawaban apa adanya. Kalau ada kelalaian dan kesalahan akui saja,” ujar Arsul.

Tidak hanya DPR, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga mengaku memiliki sebuah informasi bahwa Djoko Tjandra mendapatkan surat jalan untuk bepergian di Indonesia dari salah satu instansi. Pihaknya pun langsung mengadukan hal ini ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

"Kami mendapat informasi melalui foto sebuah surat jalan Djoko Tjandra dari oknum sebuah instansi. Foto tersebut belum dapat dipastikan asli atau palsu. Namun, kami dapat memastikan sumbernya adalah kredibel dan dapat dapat dipercaya. Kami berani mempertanggung jawabkan alurnya," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (13/7).

Kemudian, ia melanjutkan dalam surat jalan tersebut tertulis Joko Soegiarto Tjandra sebagai konsultan dan melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan keberangkatan tanggal 19 Juni 2020 dan kembali tanggal 22 Juni 2020. Angkutan yang dipakai adalah pesawat.

Ia mengaku di foto yang ia dapatkan terdapat kop surat, nomor surat jalan, pejabat yang menandatangani surat beserta dengan stempelnya. Namun, untuk asas praduga tidak bersalah dan mencegah fitnah maka ia sengaja menutupnya.

"Untuk memastikan kebenaran surat jalan tersebut, kami akan mengadukannnya kepada Ombusdman RI guna data tambahan sengkarut perkara Joko Tjandra selama berada di Indonesia mulai tanggal 12 Mei 2020 hingga 27 Juni 2020," kata dia.

Ia menambahkan selama jangka waktu tersebut Djoko Tjandra telah mendapat KTP elektronik, mendapat paspor baru, mengajukan PK di PN Jaksel , mendapat status bebas dan tidak dicekal serta bisa masuk keluar Indonesia tanpa terdeteksi.

"Jika mengacu foto surat jalan tersebut maka hampir dapat dipastikan Djoko Tjandra masuk Indonesia melalui pintu Kalimantan (Pos Entikong) dari Kuala Lumpur ( Malaysia ). Setidaknya jika aparat pemerintah Indonesia serius melacaknya maka sudah mengerucut pintu masuknya adalah dari Malaysia dan bukan dari Papua Nugini," kata dia.

Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting mengakui adanya sejumlah kelemahan di lembanya. Hal itulah yang kemungkinan dimanfaatkan oleh Djoko Tjandra untuk masuk ke Indonesia.

Hal inilah yang terjadi pada pembuatan paspor Djoko Tjandra. Jhoni beralasan, petugas pembuatan paspor saat itu masih muda, sehingga tak mengetahui siapa itu Djoko Tjandra.

"Dia tahu kelemahan kita, dia main di kelemahan kita itu. Kami menyadari itu," ujar Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7).

Di samping itu, ia menyadari permasalahan terkait lolosnya Djoko Tjandra. Namun ia mengungkapkan, paspor Indonesia yang dimilikinya telah memenuhi persyaratan yang ada. Meski begitu, pihaknya akan melakukan penyelidikan dari masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia.

"Tetap kita lakukan pendalaman biar nanti masyarakat tahu ya. Bahwa kita bukan diam-diam saja," ujar Jhoni.

Terkait masuknya Djoko Tjandra ke Indonesia, Ditjen Imigrasi mengaku tak bisa mendeteksinya jika ia masuk lewat jalur domestik. Sebab, ia tak harus melalui keimigrasian untuk masuk ke Indonesia.

Ia menjelaskan berdasarkan data yang ada, Djoko Tjandra tidak masuk melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI). Ada kemungkinan, buronan itu masuk jalur ilegal.

“Untuk domestik kalau dia seperti Bali, masuk ke Jakarta dia kan tidak lewat imigrasi, dia kan masuk domestik, masuk Terminal 2F. Jadi kan tidak bersinggungan dengan imigrasi," ujar Jhoni.

Ia mengungkapkan, saat ini memang ada jalur-jalur ilegal untuk masuk ke Indonesia. Jalur inilah yang disebutnya sulit dipantau oleh pihaknya. Jalur ilegal itu ada di perbatasan Papua-Papua Nugini dan Kalimantan-Malaysia. Serta, adanya jalur tradisional Aceh-Thailand Selatan dan Nusa Tenggara Timur-Timor Leste.

"Celah seperti inilah yang menurut hemat kami sering atau bisa dimanfaatkan oknum untuk keluar masuk Indonesia secara tidal resmi atau ilegal," ujar Jhoni.

photo
Koruptor berpotensi bebas menyusul wacana revisi PP 99/2012. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement