REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mabes Polri mengatakan, kasus tersangka pembobol kas Bank Negara Indonesia (BNI), Maria Pauline Lumowa (MPL) saat ini sudah diperiksa tanpa pendampingan penasehat hukum (PH). Pihaknya juga sudah melakukan penyelidikan terhadap uang sejumlah Rp 1,2 triliun kredit dari Bank BNI tersebut. Namun, jika diperlukan dia akan meminta bantuan dengan Kejagung.
"Penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka serta penyelidikan uang sejumlah Rp 1,2 triliun kredit dari Bank BNI tersebut. Selama penyidik memiliki kemampuan untuk mengaudit kegiatan tersebut tentunya akan dilakukan. Namun, jika diperlukan bantuan dengan Kejagung, maka akan dikoordinasikan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono saat virtual konferensi pers melalui akun Youtube, Senin (13/7).
Dia mengatakan, MPL meminta pendampingan dari penasehat hukum yang rencananya akan disediakan oleh Kedutaan Besar Belanda. Namun, sampai saat ini belum ada, tentunya hal tersebut menjadi hak dari tersangka.
Awi menambahkan, sebelumnya Polri sudah bersurat resmi dengan Kedutaan Belanda dan masih menunggu jawaban resmi. Dengan hal tersebut, pihaknya menghormati proses yang sedang berjalan.
"Sebanyak 12 saksi sudah dilakukan pemeriksaan termasuk rekan-rekan dari terpidana maupun saksi dari pihak BNI 46. Jika dilihat dari jangka waktu kadaluarsanya akan berakhir pada Oktober 2021 tentunya jika dapat lebih cepat diselesaikan maka lebih baik," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Herman Kadir, Mantan Kuasa Hukum terpidana Pembobol Bank BNI Eddy Santoso angkat bicara soal kasus pembobolan Bank BNI yang melibatkan Maria Pauline Lumowa. Dia berbicara soal tindak lanjut aset sitaan Maria Pauline yang mesti dikawal.
Herman Kadir merupakan pengacara Eddy Santoso yang saat itu menjabat sebagai Kepala Customer Service Luar Negeri Bank BNI Cabang Kebayoran. Eddy bersama seorang tersangka lainnya, Koesadi menjadi pihak yang bersalah karena mengeluarkan dana Rp 1,7 triliun dalam bentuk Letter of Credit (L/C), untuk Grup Gramarindo, perusahaan Maria Pauline dan Adrian Waworuntu.
Kepada Republika, Herman mengaku, langsung menghubungi Eddy Santoso saat berita ekstradisi Maria Pauline muncul. Ternyata, kata Herman, Eddy bersama terdakwa maupun saksi lain sudah menjalani BAP sekitar sebulan sebelum Maria dipulangkan.
"Jadi Maria Pauline ini sudah dari sebulan lalu sudah ditahan nah itu baru dibawa pulang ke sini pulang. Ditahan di Serbia. Ketika dia ditahan klien saya diperiksa. Yang lain sudah diperiksa semua," kata Herman, Sabtu (11/7).
Terkait kasus Maria Pauline sendiri, Herman Kadir menyoroti, aset-aset yang disita. Sebagaimana diketahui, Maria Pauline membobol duit BNI hingga mencapai Rp 1,7 triliun. "Sebenarnya yang perlu dikhawatirkan itu aset-aset bank yang disita. Itu kan aset Maria Pauline dan Gramarindo, itu kan banyak pak," kata dia.