REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai, sedikitnya 25 dokter di Jawa Timur (Jatim) terpapar virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) dan banyak tenaga kesehatan (nakes) terinfeksi karena banyaknya pasien Covid-19 di provinsi itu. Akibatnya, dokter dan nakes yang menangani pasien tersebut berisiko terpapar virus.
Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menjelaskan, angka terkonfirmasi positif dan perawatan pasien Covid-19 di Jatim cukup tinggi. Bahkan, dia melanjutkan, jumlah pasien di RS rujukan penuh dan kelebihan kapasitas membuat calon pasien juga kesulitan mendapatkan tempat fasilitas kesehatan.
"Banyaknya penularan di masyarakat Jatim ini yang kemudian berpotensi terjadi risiko, salah satunya adalah tenaga medis, baik di puskesmas, klinik, RS rujukan dan akhirnya terpapar," katanya saat dihubungi Republika, Senin (13/7).
Terkait dokter yang tetap terpapar meski memakai alat pelindung diri (APD), dia menegaskan, meski kini kuantitas jumlah APD di Tanah Air lebih cukup, yang menjadi masalah adalah keberlanjutan ketersediaan APD hingga ke depan.
Selain itu, dia melanjutkan, tata kelola ruang juga penting. Artinya, dia meminta, ada yang membuat protokol manajemen tata kelola ruang di tempat pelayanan dan memiliki standarisasi.
Misalnya fasiliitas pelayanan kesehatan di ruang pelayanan kesehatan seperti poli, unit gawat darurat (UGD), pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), RS apakah sudah terfasilitasi dengan ventilasi atau exhaust fan untuk mengurangi akumulasi virus corona dalam satu ruangan. "Jadi tidak bisa semata-mata karena APD juga," ujarnya.
Selain itu, dia menyebutkan, kelelahan yang dialami dokter yang menangani Covid-19 juga bisa menjadi salah satu faktor. Sebab, dia melanjutkan, bukan tidak mungkin persoalan ini menjadi penyebab yang membuat daya tahan tubuh menurun dan kemudian tertular. Adib menegaskan, persoalan ini menjadi perhatian serius untuk IDI.
Karena itu, Adib mengaku pihaknya melakukan upaya mitigasi. Mitigasi ini, dia melanjutkan, membuat protokol-protokol yang memproteksi dokter-dokter dengan memberikan panduan untuk semua pelayanan kesehatan non-corona dan penanganan Covid-19 supaya tidak mudah terpapar virus.
"Ini bisa menjadi pegangan para dokter sekaligus sebagai advokasi, baik pemerintah daerah (pemda) dan rumah sakit supaya di dalam melakukan pelayanan. Jadi dokter itu bisa terproteksi misalnya terkait APD, ketersediaannya, kemudian standarisasi fasilitas kesehatan," ujarnya.
Pihaknya menargetkan penyusunan protokol untuk melindungi dokter ini segera selesai.
Sementara itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Achmad Yurianto, Sekjen Kemenkes Oscar Primadi, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo hingga Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati tidak dapat dimintai komwntar hingga berita ini ditulis. Pesan singkat lewat aplikasi pesan instan whatsapp hingga telepon dari Republika tidak mendapatkan balasan.