REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen Kartu Prakerja mengingatkan adanya sanksi pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti kerugian jika penerima program sengaja memalsu identitas. "Manajemen Kartu Prakerja bisa meminta kejaksaan untuk melakukan tuntutan hukum," kata Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Ellen Setiadi di kantornya Jakarta, Senin (13/7).
Aturan baru terkait sanksi itu diatur Pasal 31D Peraturan Presiden (Perpres) 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Tak hanya itu, dalam aturan baru ini bagi penerima kartu prakerja yang tidak memenuhi ketentuan, maka mereka wajib mengembalikan insentif dan atau biaya pelatihan kepada negara.
Dalam waktu 60 hari tidak juga dikembalikan, manajemen bisa melakukan gugatan ganti rugi kepada penerima kartu prakerja. Pada Pasal 3 Perpres 76 ini, kartu prakerja diberikan kepada pencari kerja, pekerja atau buruh yang terkena PHK, pekerja atau buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi kerja.
Peningkatan kompetensi kerja ini termasuk bagi buruh atau pekerja yang dirumahkan dan pekerja bukan penerima upah termasuk pelaku usaha mikro dan kecil. Mereka harus WNI, berusia minimal 18 tahun dan tidak sedang mengikuti pendidikan formal.
Sedangkan kartu prakerja tidak dapat diberikan kepada pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri. Selain itu, kepala desa dan perangkat desa serta direksi, komisaris, dan dewan pengawas pada BUMN dan BUMD.
"Hal yang baru di dalam perpres maka dia berlakunya ke depan, perspektif. Misalnya Pasal 3, tidak ada ketentuan hal itu sebelumnya kemudian muncul di Perpres 76 maka yang sebelumnya tidak kena aturan ini," katanya.
Namun, ia menegaskan jika penerima kartu prakerja sengaja memalsukan identitas, tanpa perlu ditegaskan dalam perpres baru ini, maka penerima itu bisa dijatuhi sanksi pidana karena sudah diatur dalam aturan hukum yang umum. "Pemalsuan identitas tidak diatur pun di dalam perpres ini tetap berlaku bahwa itu adalah pidana yang sudah berlaku diatur di dalam peraturan undang-undang, kami hanya menegaskan saja," katanya.