REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta Armenia dan Azerbaijan menurunkan ketegangan dan melakukan gencatan senjata di perbatasan. Pada Ahad (12/7) lalu, sejumlah tentara Azerbaijan dan Armenia tewas dan luka-luka setelah bentrok di perbatasan.
"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan laporan baku tembak, termasuk penggunaan senjata berat, di perbatasan internasional Armenia-Azerbaijan, yang kabarnya menimbulkan korban jiwa," kata Juru bicara PBB Stephane Dujarric, dalam pernyataannya, seperti dilansir dari media Rusia, Sputnik News, Selasa (14/7).
Azerbaijan dan Armenia, dua republik bekas Uni Soviet, kerap bersitegang di daerah Nagorno-Karabakh, wilayah di Azerbaijan yang banyak dihuni penduduk keturunan Armenia. Namun, bentrok terbaru itu terjadi di sekitar Tavush, wilayah perbatasan di timur laut Armenia. Tavush berjarak sekitar 300 kilometer (190 mil) dari Nagorno-Karabakh.
"Sekretaris Jenderal menyerukan agar pertempuran segera diakhiri dan meminta pihak yang terlibat menurunkan ketegangan dan menahan diri dari retorika provokatif," kata Dujarric.
Sputnik melaporkan juru bicara PBB itu juga mengatakan Guterres menegaskan kembali dukungan penuhnya pada Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) Minsk Group. Atas upaya kelompok itu untuk 'mengatasi situasi berbahaya ini dan mencari perdamaian, menegosiasikan penyelesaian konflik di Nagorno-Karabakh'.
OSCE Minsk yang diketuai Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) dibentuk untuk menyelesaikan konflik antara Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Azerbaijan tidak mempercayai kelompok tersebut. Sebab tiga negara yang memimpin kelompok tersebut memiliki diaspora Armenia yang cukup besar.
Pada Senin (13/7) kemarin, Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengumumkan empat tentaranya tewas dan lima lainnya luka-luka dalam bentrokan dengan tentara Armenia. Sementara itu, Armenia mengatakan tiga tentara dan dua polisi luka-luka mereka terluka dalam bentrokan itu.
Armenia dan Azerbaijan saling tuding masing-masing tentaranya langgar kesepakatan gencatan senjata dan mulai menembak. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menuduh pemimpin di Armenia menyulut 'provokasi'.