Selasa 14 Jul 2020 16:15 WIB

Harapan KPK Terhadap Tim Pemburu Koruptor

KPK berharap peningkatan semangat koordinasi dan supervisi antarlembaga penegak hukum

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango ikut mengomentari pembentukan tim pemburu koruptor oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Nawawi berharap, pembentukan tim kali ini tidak mengulang kegagalan tim pemburu koruptor yang sempat dibentuk beberapa tahun lalu.

Kinerja tim pemburu koruptor yang dibentuk sebelumnya tidak memberi hasil optimal. "Saya pikir pembentukan tim ini di tahun 2002 dan senyatanya tidak memberi hasil optimal, cukup untuk menjadi pembelajaran untuk tidak diulangi lagi," kata Nawawi dalam pesan singkatnya, Selasa (14/7).

Baca Juga

Nawawi juga menganjurkan adanya peningkatan semangat koordinasi dan supervisi antarlembaga penegak hukum dan badan lembaga lain yang terkait. Termasuk, menyemangati lagi ruh integrated criminal justice system yang belakangan seperti jargon tanpa makna.

"Lewat koordinasi supervisi meneguhkan kembali 'integrated criminal justice system'. Khusus untuk KPK sendiri, kita telah memulai upaya untuk menutup ruang potensi para tersangka melarikan diri. Seseorang yang sudah hampir dapat dipastikan akan ditetapkan sebagai tersangka, ruang geraknya akan terus dimonitoring sampai tiba saatnya dilakukan tindakan penahanan. Harapanya seperti itu," tuturnya.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pembentukan tim pemburu koruptor  belum dibutuhkan. Menurut ICW, tim tersebut sama sekali tidak bekerja efektif jika melihat sejarah saat pertama kali dibentuk pada 2002 lalu.

"Data ICW menunjukkan, pascadelapan tahun dibentuk, faktanya tim ini hanya berhasil menangkap empat buronan dari enam belas target penangkapan. Selain itu, evaluasi terhadap tim ini juga tidak pernah dipublikasikan oleh pemerintah," ungkap Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam pesan singkatnya, Jumat (10/7).

Pemerintah, lanjut Wana, seharusnya fokus untuk memperkuat aparat penegak hukum (APH) dibandingkan mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor. Menurutnya, tim tersebut berpotensi tumpang tindih dari segi kewenangan karena melibatkan kementerian dan beberapa perangkat penegak hukum.

"Berdasarkan catatan ICW sejak 1996-2018, terdapat 40 buronan kasus korupsi yang belum dapat ditangkap oleh penegak hukum. Artinya, yang harus diperkuat dalam hal ini adalah aparat penegak hukumnya," kata Wana.

Wana pun  menyoroti penangkapan buronan kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa, melalui jalur ekstradisi. Wana berharap pemerintah atau penegak hukum fokus pada pendekatan non formal antar negara untuk mempercepat proses penangkapan puluhan buronan yang bersembunyi di negara lain. 

"Jangan sampai di dalam kondisi pandemi saat ini, upaya untuk membuat task force baru malah menjadi kontra produktif," tegasnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement