REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus meminta Polri mengusut tuntas aksi peretasan telepon seluler (ponsel) dan pembobolan data pribadi yang alami pegiat sipil dan pemerhati kebijakan publik Ravio Patra. Anggota koalisi, Alghifari Aqsa, menilai adanya aksi tebang pilih yang dilakukan kepolisian dalam proses penegakan hukum para korban peretasan dan pembobolan data pribadi.
Alghifari membandingkan kasus peretasan dan pembobolan data pribadi yang dialami kliennya Ravio dan perkara mirip yang saat ini dialami selebritas media sosial Denny Siregar. Dia mengatakan, pelaporan peretasan yang dilakukan Ravio sejak 27 April sampai hari ini tak mendapatkan respons apapun dari Polda Metro Jaya.
Bahkan, kata dia, proses penyelidikannya pun tak pernah dilakukan. Sebaliknya, kata Alghifari, kepolisian seperti memberikan perlakuan istimewa terhadap kasus Denny, yang dengan cepat menemukan pelaku, dan tersangka pencurian dan pembobolan data pribadi.
“Kita minta kepolisian ada perlakuan sama. Ketika memproses laporan pencurian data Denny Siregar, hanya dalam hitungan hari bisa dapat pelakunya,” terang Alghifari di PN Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (14/7).
Kepolisian pun menurut dia, tak terbuka terkait pelaporan tersebut. “Kita ingin agar pelaku peretasan yang dialami Ravio ini juga, kepolisian, dapat menemukan, dan menangkap siapa pelakunya. Kita ingin ada perlakuan yang sama dalam penegakan hukum,” kata Alghifari menambahkan.
Menurut Alghifari, penyelidikan terkait peretasan tersebut akan membuka jalan menemukan pelaku utama ajakan untuk melakukan kerusuhan nasional seperti yang dituduhkan. “Jadi, apapun hasil praperadilan, kami tetap mendesak kepolisian, agar pelaku peretasan handphone Ravio, atau WA-nya tetap diproses dan ditangkap,” sambung Alghifari.
Peretasan yang dialami Ravio menyeretnya ke dalam tuduhan yang serius. Pada 22 April, Ravio ditangkap kepolisian terkait cuitannya di media sosial, dan sebaran via WhatsApp tentang seruan melakukan penjarahan nasional di seluruh Indonesia.
Namun, Ravio mengaku, ajakan kerusuhan tersebut dilakukan pihak lain yang berhasil meretas selulernya. Ravio sempat ditahan selama 35 jam atas tuduhan itu meski akhirnya dibebaskan.
Kepolisian tak menetapkan Ravio sebagai tersangka. Namun atas penangkapan tersebut, ia mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan (Jaksel).
Namun, hakim tunggal praperadilan PN Jaksel Nazar Effriandi, menolak gugatan praperadilan tersebut, Selasa (14/7). Hakim membenarkan kepolisian yang menangkap Ravio.
Putusan praperadilan tersebut, menurut Ravio, tak adil. Hanya, tak ada jalan hukum menolak putusan praperadilan tersebut.