REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tak dapat menjanjikan anggaran pilkada dari pemerintah daerah (pemda) sebesar 100 persen bisa dicairkan paling lambat 15 Juli 2020. Ia hanya akan meminta pemda melakukan transfer anggaran ke penyelenggara pilkada sebesar 60 persen.
"Kalau kita paksakan 100 persen itu berakibat dia enggak punya cadangan, maka bertahap memang, kalau dikasih 60 persen, dia masih punya cadangan yang lain," ujar Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Selasa (14/7).
Ia mengatakan, beberapa daerah memiliki ruang fiskal yang terbatas. Bahkan terjadi minus seperti yang terjadi di Kabupaten Keerom dan Yahukimo, Papua. Jika pemda diminta mencairkan dana pilkada 100 persen, maka tidak ada cadangan anggaran di daerah tersebut.
Tito menuturkan, hal ini terjadi karena dampak penanganan pandemi Covid-19 baik karena pendapatan asli daerah maupun dana transfer dari pemerintah pusat menurun. Untuk itu, Kemendagri akan mengupayakan agar pemda melakukan realisasi anggaran pilkada sebesar 60 persen paling lambat 15 Juli 2020.
Menurut Tito, dana tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan tahapan pilkada verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, pemutakhiran data pemilih, hingga pengadaan alat pelindung diri (APD). Tito memastikan, Kemendagri akan mendorong pemda mencairkan kembali anggaran pilkada sebelum tahapan kampanye.
Pencairan dana pilkada yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) itu juga akan didukung dengan tahap kedua pencairan tambahan anggaran pilkada dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajukan tahap kedua pencairan tambahan anggaran pilkada sebesar Rp 3,2 triliun pada Agustus.
"Nanti menjelang kampanye kita desak lagi supaya keluar lagi, termasuk dari Kementerian Keuangan, tadi saya juga bicara dengan Ibu Menteri Keuangan, agar tahap keduanya juga segera dicairkan," kata Tito.
Dengan demikian, pada kesimpulan rapat tersebut, Komisi II DPR RI meminta Kemendagri segera mengkoordinasikan pemda agar dana pilkada dari APBD sesuai naskah perjanjian dana hibah (NPHD) tahap kedua paling sedikit 60 persen sudah harus dicairkan. Paling lama lima bulan sebelum hari pemungutan suara 9 Desember 2020.
"Memang kita sudah neken seperti itu, dan kita terus bergerak dalam rangka ini. Paling tidak lima bulan sudah clear, bila perlu 100 persen. Tapi dikasih 60 persen ya lebih enak kita Pak," tutur Tito menanggapi hasil kesimpulan tersebut.
Padahal Tito telah menerbitkan Permendagri Nomor 41 Tahun 2020 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 tentang pendanaan kegiatan pilkada yang bersumber dari APBD. Permendagri ini hanya mengizinkan pemda melakukan pencairan ke dalam dua tahap, sedangkan Permendagri sebelumnya tiga tahap.
Tahap pertama paling sedikit 40 persen dari nilai NPHD dan dicairkan paling lama 14 hari kerja setelah penandatanganan NPHD. Kemudian, Permendagri 41/2020 menentukan, pencairan tahap kedua paling sedikit 60 persen dari nilai NPHD dan dicairkan paling lama lima bulan sebelum hari pemungutan suara.
Sehingga pencairan dana pilkada seharusnya sudah 100 persen pada 15 Juli 2020, lima bulan sebelum hari pencoblosan pada 9 Desember. Sementara jumlah anggaran pilkada yang telah dicairkan sekitar Rp 9 triliun atau 59,88 persen dari total sementara pendanaan pilkada lebih dari Rp 15 triliun di 270 daerah pilkada.
Dari 270 daerah yang melaksanakan pilkada serentak tahun 2020, hanya 98 daerah yang telah melakukan transfer dana 100 persen ke KPU Daerah dan 102 daerah telah melakukan transfer 100 persen ke Bawaslu. Serta 29 daerah telah memenuhi transfer 100 persen ke aparat keamanan.