REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kapal milik badan keamanan laut dan angkatan laut China melanggar batas wilayah dengan Malaysia di Laut China Selatan sebanyak 89 kali dari 2016-2019. Demikian dilaporkan Pemerintah Malaysia dalam laporannya yang terbit Selasa.
Kapal-kapal milik China itu kerap tetap berlayar di perairan Malaysia, meskipun telah diusir oleh angkatan laut setempat. Laporan itu terbit di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan China karena klaim sepihak Beijing terhadap sebagian besar wilayah Laut China Selatan, perairan yang jadi jalur dagang internasional.
Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan juga turut menyatakan hak milik terhadap perairan tersebut sehingga tumpang tindih dengan klaim China. Namun di beberapa kasus, tumpang tindih klaim itu terjadi antara satu sama lain.
Malaysia telah melayangkan enam nota keberatan ke China terkait pelanggaran batas wilayah, termasuk di antaranya saat Beijing mengklaim perairan dangkal South Luconia Shoals pada 2017. Perairan itu merupakan wilayah tangkap ikan di Sarawak, Malaysia. Demikian isi laporan yang disusun oleh Departemen Audit Nasional.
Penyusun laporan menyebutkan badan keamanan laut dan angkatan laut China tetap memasuki perairan Malaysia meskipun telah diusir oleh angkatan laut setempat. "Alasan dari ... langkah itu salah satunya untuk menunjukkan kehadiran China atas klaimnya di Laut China Selatan, khususnya di South Luconia Shoals," kata Departemen Audit Nasional.
Kementerian Luar Negeri China belum menanggapi laporan tersebut. Kapal riset China pada tahun ini menghabiskan waktu sebulan berlayar di atas zona ekonomi eksklusif Malaysia. Kegiatan itu dilakukan di tengah konflik dengan kapal eksplorasi minyak Malaysia dekat wilayah sengketa itu.
Amerika Serikat pada Senin (13/7) menolak klaim China terhadap sumber daya lepas pantai di sebagian besar wilayah Laut China Selatan. China mengkritik penolakan itu dan menyebut posisi AS meningkatkan ketegangan di kawasan.