REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof Syihabuddin Q
Perdebatan lama tentang siapa yang jadi qurban Ibrahim AS, mengemuka kembali setelah ada pernyataan Saleh al-Maghāmisi, imam masjid Quba Madinah al-Munawwarah Arab Saudi, sebagaimana ditulis Said Hijazi dan Abdul Wahab ‘Isiy dalam surat kabar al-Wathan beberapa waktu lalu. Al-Maghāmisi mengatakan bahwa yang dijadikan qurban itu Ishaq AS bukan Ismail AS. Ia merujuk pendapat Qurthubi dan al-Thabari.
Al-Qurthubi dalam Tafsirnya menulis bahwa para ulama berbeda pendapat tentang orang yang dijadikan qurban, kebanyakan mereka berpendapat Ishaq. Orang yang berpendapat seperti itu al-Abbas bin Abdul Muthalib dan putaranya (Abdullah bin Abbas).
Al-Qurthubi memperkuat pendapatnya, bahwa sejumlah sahabat berpendapat yang dijadikan qurban itu Ishaq. Para Tabiin juga berpendapat seperti itu, antara lain Alqamah, al-Sya’bi, Mujāhid, Sa’id bin Jubair, Ka’ab bin al-Ahbār. Qutadah, Masrūq, Ikrimah, al-Qāsim bin Barrah, Athõ, Maqātil, Abdurrahman bin Sābith, al-Zuhri, al-Saddi, Abdullah bin Abi Hudail, dan Mālik bin Anas, semuanya mengatakan bahwa yang dijadikan qurban itu Ishaq.
Orang-orang yang tidak sepaham dengan al-Maghāmisi menggunakan pendapat ijma ulama, bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS. Selaras dengan fatwa al-Azhar yang disampaikan al-Syaikh ‘Athiyyah Shofar bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS bukan Ishaq AS.
Kelompok terakhir ini memperkuat pendapatnya dengan 10 alasan:
1. Tatkala Ibrahim AS diselamatkan Allah SWT dari api, lalu ia hijrah dari Iraq ke Syam, Alquran menarasikannya:
وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهْدِينِ
“Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS As-Saffat: 99)
Lalu ia memohon kepada Rabnya agar diberi seorang anak
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِين .فَبَشَّرْنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٍ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (QS As-saffaat: 100-101)
Anak yang disebut dalam ayat itu adalah anak yang lahir dari ibunda Hajar yaitu Ismail.
Kala itu istri pertama Ibrahim (Sarah) belum dikaruniai anak, maka muncullah rasa cemburu. Kemudian Allah SWT memerintah Ibrahim untuk menjauhkan Hajar dan anaknya (Ismail RA) dari istri pertamanya. Lalu mereka ditempatkan di suatu tempat di Makkah. Lantas Allah SWT menguji Ibrahim agar menyembelih anak semata wayang (Ismail AS), dan ujian itu terlaksaana di Makkah.
Adapun Ishaq AS merupakan kabar gembira setelah Allah SWT memberi kabar gembira dengan kelahiran Ismail AS. Sebagaimana yang ditunjukkan ayat-ayat yang menyebutkan mimpi dan awal qurban, kemudian Allah SWT memberi contoh Ismail sebagai qurban agung. Setelah itu,muncullah berita gembira tentang kelahiran Ishaq AS.
2. Kehidupan Ibrahim AS dipenuhi rangkaian ujian, kebanyakannya berkaitan dengan kehidupan Hajar dan anaknya, Ismail AS. Sewaktu ia letakkan keduanya di sebuah lembah tanpa ada tanaman, ia menyerahkan urusan keduanya kepada Allah SWT, sedangkan Ibrahim sendiri tinggal di Syam jauh dari Hajar dan anaknya. Dalam waktu-waktu tertentu ia menjenguknya. Lalu ujian itu meningkat dengan mimpi menyembelih buah hatinya yang tak lain adalah Ismail AS.
3. Ada perbedaan situasi dan kondisi, ketika Ibrahim mendapat kabar gembira kelahiran kedua putranya (Ismail dan Ishaq) . Kabar gembira kelahiran Ismail ketika ia hijrah dari Iraq, waktu itu ia memohon kepada Allah SWT agar diberi anak, sedangkan berita gembira kelahiran Ishaq yaitu ketika kedatangan Malaikat yang akan menemui kaum Luth, sewaktu itu Ismail beserta ibunya Hajar jauh dari rumah. Di rumah Ibrahim itu hanya ada Sarah yang terkaget-kaget akan punya anak, padahal ia tua dan mandul bersama seorang kakek-kakek yang tua renta, tidak ada permintaan dari keduanya untuk punya anak. Ujian untuk menyembelih anak yang diminta dan yang dikangeninya, yaitu Ismail merupakan ujian yang sangat berat baagi Ibrahim AS.
4. Pengorbanan Ismail dibarengi berbagai peristiwa yang menunjukkan bahwa yang dimaksud untuk dijadikan qurban itu Ismail bukan Ishaq. Yaitu hadits yang mengatakan bahwa Ibrahim AS membawa keluar anaknya dari rumahnya untuk dijadikan qurban jauh dari ibunya, lalu di perjalanan bertemu dengan syaithan yang menggodanya agar tidak melaksakan maksudnya, maka di berbagai tempat Ibrahim melempar syaithan. Peristiwa ini dilanjutkan secara simbolis dalam melempar Jamrah pada pelaksanaan ibadah haji. Peristiwa itu terjadi di Makkah bukan di Syam.
5. Tatkala Allah melalui malaikat membawa kabar gembira tentang kelahirang Ishaq, Allah SWT berfirman:
فَبَشَّرْنَٰهَا بِإِسْحَٰقَ وَمِن وَرَآءِ إِسْحَٰقَ يَعْقُوبَ
“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir putranya) Ya'qub.” (QS Hud: 71).
Maksudnya, bahwa Ishaq akan lahir, akan nikah, dan akan punya putra bernama Ya’qub. Apakah masuk akal jika setelah senang atas kehidupan Ishaq, lalu ayahnya menyembelihnya? Jika benar terjadi bapaknya (Ibrahim AS) menjadikannya sebagai qurban, lalu dari mana munculnya Ya’qub? Alasan ini menunjukkan secara kuat bahwa yang dijadikan qurban itu Ismail AS.
6. Berita gembira kelahiran Ismail dinarasikan dengan menggunakan diksi ghulām halīm (anak sabar), sifat ini sangat cocok bagi orang yang mentaati perintah Tuhannya, membenarkan mimpi bapaknya, tidak marah dan tidak membangkang. Tokoh ini tak lain adalah Ismail. Adapun berita gembira kelahiran Ishaq dinarasian dengan diksu ghulām alīm (anak pintar), sifat ini sangat cocok dengan keturunan Ishaq, Ya’qub, dan Bani Israil.