REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Federal Reserve (The Fed) memperkirakan, ekonomi Amerika Serikat (AS) akan pulih lebih lambat dibandingkan proyeksi semula. Prediksi ini seiring dengan lonjakan kasus baru Covid-19 di seluruh negeri dan gelombang kedua penyebaran yang luas, sehingga dapat menyebabkan tekanan ekonomi semakin dalam.
Satu demi satu, pembuat kebijakan Fed membuat suasana lebih suram dalam beberapa hari terakhir. Proyeksi mereka seakan merevisi harapan terhadap pemulihan sekaligus memperingatkan bahwa perbaikan data ekonomi terbaru seperti kenaikan tingkat pekerja mungkin cepat berlalu.
Gubernur Fed Lael Brainard mengatakan, pandemi tetap menjadi faktor utama yang mewarnai pertumbuhan ekonomi. "Kabut ketidakpastian yang tebal masih menyelimuti kita dan risiko penurunan tetap mendominasi," tuturnya seperti dilansir di Reuters, Rabu (15/7).
Dia mengatakan, bank sentral AS berkomitmen menyediakan akomodasi berkelanjutan, termasuk melalui pembelian aset berskala besar. Dukungan fiskal tambahan akan menjadi vital untuk kekuatan pemulihan, terutama ketika putaran pertama program dukungan ekonomi pandemi segera berakhir.
Sejak Maret, The Fed telah memangkas suku bunga hingga mendekati nol hingga meningkatkan pembelian aset berskala besar. The Fed juga meluncurkan berbagai program krisis lainnya yang dirancang untuk melancarkan sistem keuangan Amerika dan menyalurkan kredit ke rumah tangga maupun bisnis.
Kasus Covid-19 di Amerika tercatat naik di 46 dari 50 negara bagian pekan lalu. Menurut analisis Reuters, tingkat kematian juga meningkat secara nasional untuk pertama kalinya sejak pertengahan April.
Brainard memperingatkan, gelombang infeksi kedua yang luas bahkan dapat mendorong penurunan aktivitas sekaligus meningkatkan volatilitas pasar keuangan. "Lembaga keuangan non bank bisa kembali berada di bawah tekanan… dan beberapa bank mungkin menarik kembali pinjaman apabila mereka hadapi peningkatan kerugian," katanya.
Sementara itu, Presiden Fed Richmond Thomas Barkin menyebutkan, tingkat pengangguran Amerika dapat meningkat lagi. dunia usaha berusaha menyesuaikan diri dengan resesi yang kemungkinan berlangsung lebih lama dibandingkan perkiraan semua.
Selain itu, stimulus seperti Program Perlindungan Paycheck juga akan berakhir. Pengusaha kecil penerima stimulus ini kini mungkin saja mulai mempertimbangkan memecat karyawan yang sudah mereka gaji sebelumnya dengan PPP. Terlebih, tingkat permintaan masih lemah.
"Perusahaan kecil dan besar menyadari, ini bukan masalah yang berlangsung dua bulan saja dan memulai kembali bisnis mereka," ujar Barkin.
Para pejabat Fed semula berharap, virus akan dapat dikendalikan dengan cepat di Amerika, sehingga ekonomi bisa tumbuh kembali. Tapi, kini mereka mengakui, proyeksi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi yang disampaikan pada Juni tidak memperhitungkan kemungkinan gelombang kedua virus.
Lonjakan baru pada tingkat penyebaran virus telah mendorong beberapa negara untuk menunda atau menghentikan pembukaan kembali aktivitas sosial ekonomi. Di sisi lain, negara-negara maju lain di dunia mampu membuka kembali perekonomian secara lebih berkelanjutan karena strategi mitigasi yang berhasil.
Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker mengatakan, peningkatan kasus dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan terhadap ekonomi maupun kepercayaan konsumen.
Di sisi lain, Presiden Fed St Louis James Bullard menyampaikan pernyataan yang lebih optimistis, meski masih harus berhati-hati. Menurutnya, risiko penurunan pertumbuhan ekonomi masih sangat besar. Pelaksanaan kebijakan berbasis risiko akan sangat penting untuk menjaga ekonomi keluar dari depresi.
Bullard berharap, kongres dapat menyetujui paket fiskal substansial baru pada akhir bulan. paket ini diharapkan mampu menjaga ekonomi rumah tangga dan bisnis tetap stabil.