Rabu 15 Jul 2020 13:39 WIB

Bentrok Armenia-Azerbaijan Kembali Pecah, Jenderal Terbunuh

Kedua pihak masing-masing menuduh telah terjadi pelanggaran gencatan senjata.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Korban milter Azerbaijan akibat bentrokan dengan militer Armenia di perbatasan kedua negara atau Tovus, Ahad (12/7)
Foto: Kedutaan Besar Azerbaijan
Korban milter Azerbaijan akibat bentrokan dengan militer Armenia di perbatasan kedua negara atau Tovus, Ahad (12/7)

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Bentrokan ketiga kembali terjadi di perbatasan Armenia dan Azerbaijan, wilayah pegunungan Nagorno-Karabakh, pada Selasa (14/7). Sebanyak tujuh tentara  Azerbaijan dan seorang warga sipil serta empat prajurit Armenia meninggal dunia.

Kedua negara sama-sama mengatakan bentrokan yang dimulai pada akhir pekan lalu ini masih berlanjut hingga Selasa. Masing-masing menuduh satu sama lain melakukan pelanggaran gencatan senjata dan penembakan.

Baca Juga

Wakil Menteri Pertahanan Azerbaijan, Kerem Veliyev, mengatakan, seorang mayor jenderal militer dan seorang kolonel di antara tujuh prajurit yang meninggal dunia. "Pukulan dahsyat juga terjadi pada musuh," ujarnya.

Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan, empat prajuritnya, termasuk seorang mayor dan seorang kapten, telah terbunuh dalam pertempuran kecil.

Menurut Juru bicara Kementerian Luar Negeri Armenia, Anna Naghdalyan, Kota Berd telah ditembaki di dekat perbatasan. Namun, pasukan Armenia berhasil menghancurkan pangkalan Azerbaijan yang melakukan tembakan.

Negara-negara bekas Uni Soviet ini telah lama berselisih. Namun, ini adalah bentrokan terbaru terjadi di sekitar wilayah Tavush di timur laut Armenia itu.

Rusia mendesak kedua pihak untuk menghentikan tembakan dan menahan serangan. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan, Moskow siap bertindak sebagai mediator untuk pembicaraan kedua negara yang berkonflik itu.

Sedangkan Perwakilan khusus NATO untuk Kaukasus dan Asia Tengah, James Appathurai, menyatakan, Azerbaijan dan Armenia untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

Presiden Tayyip Erdogan mengatakan Turki akan menentang setiap serangan terhadap Azerbaijan. Negara ini memiliki ikatan sejarah dan budaya yang kuat dan terlibat dalam proyek-proyek energi. "Adalah tugas kami yang mengikat untuk memobilisasi semua hubungan politik, diplomatik, sosial kami di wilayah kami dan dunia kami ke arah ini," kata Erdogan.

Etnis Armenia di Nagorno-Karabakh menyatakan kemerdekaan di wilayah itu selama konflik yang membuat Uni Soviet runtuh pada 1991. Meskipun gencatan senjata disepakati pada 1994, Azerbaijan dan Armenia terus saling menuduh melakukan penembakan di sekitar Nagorno-Karabakh dan di sepanjang perbatasan kedua negara.

Komunitas internasional khawatir tentang bentrokan antara Armenia dan Azerbaijan karena ancaman terhadap ketidakstabilan di Kaukasus Selatan. Wilayah ini berfungsi sebagai koridor untuk jaringan pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement