REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Seorang ulama membacakan Alquran di dalam di Hagia Sophia untuk pertama kalinya dalam 85 tahun pada 2015. Tahun berikutnya, otoritas keagamaan Turki mulai menyiarkan bacaan ayat suci Alquran selama bulan suci Ramadhan dan suara adzan berkumandang ketika memperingati wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Alunan ayat pertama Alquran kembali terdengar pada akhir Maret 2018. Ketika itu Presiden Turki, Tayyip Erdogan, langsung yang membacakan ayat pertama dengan tenang untuk membuka pembukaan festival seni di tempat tersebut.
Bangunan besar menghadap ke pelabuhan Golden Horn dan pintu masuk ke Bosphorus dari jantung Konstantinopel sebelumnya adalah pusat Kekristenan Ortodoks dan tetap menjadi gereja terbesar di dunia selama berabad-abad setelah dibangun pada 537 oleh kaisar Bizantium. Status ini berubah ketika Sultan Mahmet II dari Kesultanan Ottonom menaklukan kota pada 1453.
Langkah ini membuat Kekaisaran Ottoman membangun empat menara, menutupi ikon Kristen, dan memasang ornamen mosaik emas bercahaya. Tidak lupa terdapat panel hitam besar yang dihiasi dengan nama-nama Allah, Nabi Muhammad, dan para khalifah dalam kaligrafi Arab juga ikut menghiasi dalam bangunan itu.
Presiden Pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk mengubah Hagia Sophia menjadi sebuah museum pada 1935. Keputusan ini akhirnya dibatalkan pada 10 Juli 2020 oleh Pengadilan Tinggi Turki yang mengubah kembali tempat tersebut menjadi masjid dan siap untuk melaksanakan solat Jumat pertamanya pada 24 Juli.
Perjalanan bangunan dengan struktur warna terakota di bagian luar, kubah kaskade dan, empat menara kembali menjadi tempat ibadah Muslim cukup panjang. Sebuah kelompok bernama Asosiasi untuk Perlindungan Monumen Bersejarah dan Lingkungan telah berkomitmen untuk menjadikan Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Mereka telah menekan Pengadilan Turki beberapa kali dalam 15 tahun terakhir untuk membatalkan dekrit Ataturk.
Dalam gerakan terbaru, kelompok tersebut mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Turki bahwa pemerintah Ataturk tidak memiliki hak untuk mengesampingkan keinginan Sultan Mehmet. Bahkan mereka menyatakan bahwa tanda tangan presiden pada dokumen itu dipalsukan.
Argumen itu didasarkan pada ketidaksesuaian dalam tanda tangan Ataturk pada dekrit yang disahkan pada waktu yang sama ketika menggunakan mengambil nama belakangnya. Rujukan ini melihat dari tanda tangannya pada dokumen-dokumen berikutnya.
Selain desakan kelompok tersebut, Erdogan telah memperjuangkan nilai Islam dan ketaatan beragama selama 17 tahun berkuasa. Dia mendukung gerakan agar Muslim bisa kembali melakukan ibadah di Hagia Sophia. Upaya ini pun sesuai dengan keinginan pendukung pemilih partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP).