REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Lembaga survei Turki Metropoll menemukan bahwa 44 persen responden percaya Hagia Sophia dimasukkan dalam agenda untuk mengalihkan perhatian pemilih dari kesengsaraan ekonomi Turki yang dihadapi pemerintahan Erdogan. Surat kabar pro-pemerintah Hurriyet melaporkan bulan lalu bahwa Erdogan telah memerintahkan status tempat itu berubah, tetapi wisatawan tetap dapat mengunjunginya sebagai masjid dan masalah ini akan ditangani secara sensitif.
Tapi, dorongan pemerintah untuk mengubah kembali status Hagia Sophia sebagai masjid semakin kuat. Terlebih lagi ribuan Muslim Turki telah berdoa di luar Hagia Sophia selama bertahun-tahun untuk menuntut hal sama.
Sebelum pengumuman pengubahan keputusan status Hagia Sophia pada 10 Juli, lusinan orang yang menunggu di luar tempat tersebut. Setelah putusan pengadilan disampaikan, kerumunan itu meneriakkan, "Allah Maha Besar!" dan melakukan solat bersama. Sedangkan Di ibukota Ankara, para legislator berdiri dan bertepuk tangan ketika keputusan dibacakan di Parlemen.
"Saya menggarisbawahi bahwa kami akan membuka Hagia Sophia untuk beribadah sebagai masjid dengan melestarikan karakter warisan budaya bersama umat manusia," kata Erdogan saat menyampaikan pidato di siaran televisi setelah pengumuman tersebut.
Meski status ikon tersebut menjadi masjid, Erdogan menolak kritik yang menyudutkan bahwa tempat itu akan terbatas untuk pengunjung. Dia pun menegaskan menyangkal keputusan itu mengakhiri status Hagia Sophia sebagai struktur yang menyatukan agama.
"Seperti semua masjid kami yang lain, pintu Hagia Sophia akan terbuka untuk semua, penduduk setempat atau orang asing, Muslim dan non-Muslim," kata Erdogan.
Erdogan telah berbicara untuk mengubah situs Warisan Dunia UNESCO yang sangat simbolis menjadi masjid meskipun ada kritik internasional yang luas, termasuk dari Amerika Serikat dan para pemimpin Kristen Ortodoks. Kritik ini mendesak Turki untuk mempertahankan status Hagia Sophia sebagai museum yang melambangkan solidaritas antara agama dan budaya.