REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menyebutkan, pertumbuhan penduduk miskin merupakan suatu hal yang sulit dielakkan pada masa pandemi, termasuk Indonesia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin naik 1,63 juta orang pada Maret 2020 dibandingkan September 2019.
Kebijakan lockdown, social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan untuk mencegah penularan virus menyebabkan aktivitas ekonomi harus terhenti. Dampaknya, banyak pegawai harus dirumahkan atau bahkan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Kelanjutannya, kemiskinan pun meningkat," ujar Iskandar ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/7).
BPS mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2020 mencapai 26,42 juta orang. Dengan jumlah tersebut, tingkat kemiskinan sudah mencapai 9,78 persen dari total populasi nasional.
Iskandar menjelaskan, pemerintah sendiri telah mengantisipasi pertumbuhan penduduk miskin dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kini sudah disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Program PEN, disebutkan Iskandar, telah mencakup upaya untuk menjaga daya beli masyarakat dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Kalau program PEN tidak dilakukan, mungkin kenaikan jumlah penduduk miskin bisa lebih besar dari 1,63 juta," tuturnya.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Pungky Sumadi mengatakan kenaikan jumlah penduduk miskin pada Maret menggambarkan dampak pandemi yang signifikan dan sejak awal. Bahkan, sebelum pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama dan World Health Organization mengumumkan status pandemi, dampaknya ke kehidupan sosial masyarakat telah terasa.
Pungky menyebutkan, 'rantai' dampak pandemi sebenarnya sudah terjadi sejak Wuhan, Cina, mengumumkan kasus Covid-19 pertama pada akhir Desember. Kebijakan lockdown mereka berpengaruh ke ekonomi, terutama dari sisi impor dan ekspor. Bisnis berbasis perdagangan pun terdampak, terutama dari sisi pendapatan ataupun kekurangan bahan baku.
Di sisi lain, Pungky menambahkan, restriksi mobilisasi manusia ikut memberikan imbas pada sektor pariwisata. Tidak hanya berbicara masalah restoran dan hotel, juga produk kerajinan. "Itu kan kebanyakan produsennya UMKM yang barangkali masuk ke kategori kurang mampu. Jadi, dampaknya lebih cepat terasa yang dibayangkan," ucapnya.