Rabu 15 Jul 2020 21:09 WIB

Komite Investasi Jiwasraya Sudah Ingatkan Ancaman Bangkrut

RDPT buatan Jiwasraya pada 2008 untuk menyelamatkan saham-saham anjlok.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Fuji Pratiwi
Kepala Pengembangan Dana Asuransi Jiwasraya Periode 2008-2011 Lusiana (kiri) memberikan keterangan saksi saat sidang lanjutan terkait kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Rabu (15/7). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan sembilan orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan Agung diantaranya pegawai Jiwasraya, perusahaan manajer investasi (MI) dan perusahaan sekuritas.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Pengembangan Dana Asuransi Jiwasraya Periode 2008-2011 Lusiana (kiri) memberikan keterangan saksi saat sidang lanjutan terkait kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Rabu (15/7). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan sembilan orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan Agung diantaranya pegawai Jiwasraya, perusahaan manajer investasi (MI) dan perusahaan sekuritas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan ancaman kebangkrutan PT Asuransi Jiwasraya sudah diingatkan sejak 2008. Itu terungkap saat persidangan lanjutan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) Jiwasraya di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. 

Persidangan pada Rabu (15/7), menghadirkan sembilan saksi ajuan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dua saksi yang dihadapkan ke majelis hakim di antaranya, para pejabat menengah yang mengatur dalam pengembangan investasi Jiwasraya sejak 2008.

Baca Juga

Dua saksi tersebut, yakni Lusiana yang pernah menjabat selaku Sekretaris Komite Investasi Jiwasraya 2008-2011 dan Gustia Dwipayana selaku Kepala Pengembangan Dana Investasi dan Pendapatan Tetap 2011-2018. Kedua saksi tersebut, memberikan pengakuan tentang adanya ancaman kebangkrutan Jiwasraya, dari peran para terdakwa dari kalangan pengusaha, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Termasuk peran ketiga terdakwa tersebut dalam ancaman tersebut.

Lusiana menyampaikan, sejak 2008 sudah kerap ribut dengan atasannya, terdakwa Syahmirwan yang pernah menjadi Kepala Divisi Investasi 2008-2018. Runcingnya pendapat, menyangkut RDPT (Reksa Dana Penyertaan Terbatas) 2008. RDPT, program Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan disetujui Hendrisman Rahim selaku Direktur Utama yang keduanya juga merupakan terdakwa. RDPT tujuannya menyelamatkan saham-saham yang menurun nilainya akibat krisis ekonomi. 

RDPT, kata Lusiana untuk mengakomodir saham anjlok. "Tujuannya, manajemen waktu itu, tidak menginginkan pencatatan kerugian akibat penurunan harga-harga saham," kata Lusiana.

Tetapi RDPT, membuka pintu masuknya gerombolan modal besar dari grup Heru Hidayat, dan Benny Tjokrosaputro lewat perantara Joko Hartono Tirto dengan menawarkan pengelolaan dana dan investasi untuk Jiwasraya.

Joko Hartono Tirto menawarkan empat emiten saham, IIKP, dan TRAM, MYRX, dan LCGP yang diketahui perusahaan milik Heru Hidayat, dan Benny Tjokro. Emiten tersebut, dalam pengelolaan dua manajer investasi yang dikelola Joko Hartono. Nilai transfer pembelian saham tersebut, mencapai Rp 200 miliar lebih.

Akan tetapi Lusiana melihat langkah tersebut tak lazim. "Saya melihat, ini tidak ada diversifikasi portofolio," kata Lusiana.

Ia pun mempertanyakan ketidaklaziman itu kepada Syahmirwan selaku atasan. "Kenapa di setiap RDPT ini, saham-saham yang ada, itu mirip-mirip semua orangnya," kata Lusiana. 

Namun Syahmirwan, kata Lusiana memerintahkan taat manajemen. "Saya sampaikan ke Pak Syhamirwan, kalau ada apa-apa dengan pemilik ini, misalnya, membuat Jiwasraya bangkrut, atau hilang uangnya. Waktu itu, saya bicara seperti itu ke Pak Syahmirwan," ujar Lusiana.

Syahmirwan, pun meyakinkan Lusiana tentang adanya nama Heru Hidayat yang dapat diandalkan dalam investasi saham. Kata Lusiana, Syahmirwan menggambarkan Heru Hidayat sebagai pemodal besar yang dapat diandalkan dalam membuat sehat keuangan di PT Asuransi Jiwasraya.

Pada tahun yang sama, pun Lusiana mengungkapkan banyakya aktivitas transaksi saham yang dilakukan langsung oleh Hary Prasetyo tanpa adanya kajian portofolio. Lusiana mengungkapkan, sejumlah emiten saham BKPD, BNBR, ENERG, IIKP, dan TRUB yang dibeli Hary Prasetyo pada Juni-Juli 2008, dengan kode transksi 'Dir'. Kode transaksi tersebut, pencatatan untuk menginvetarisir aktivitas transaksi saham para direksi Jiwasraya. 

"Kode ‘Dir’ itu sempat dilarang oleh beliau (Hary Prasetyo). Beliau mengatakan, seharusnya trading yang dilakukan Jiwasraya tidak dipisah catatannya," terang Lusiana.

Lusiana juga mengungkapkan, adanya nama-nama serupa ketika Jiwasraya mengalihkan investasinya ke sejumlah saham reksa dana yang dikelola di 13 manajer investasi pada periode 2014-2018. Kata Lusiana, 21 reksa dana yang dibeli Jiwasraya tersebut, juga tersimpan saham-saham yang didalamnya milik Heru Hidayat dan Benny Tjokro.

Selain menghadirkan saksi dari kalangan pejabat Jiwasraya, pada sidang kali ini, Jaksa juga menghadirkan saksi-saksi dari para pengelola manajer investasi yang menerima dana investasi reksa dana Jiwasraya. Kesaksian dari para manajer investasi tersebut, untuk mempertanyakan soal proses transaksi investasi senilai Rp 12,15 triliun yang merugi. Akan tetapi, sampai menjelang maghrib, pemeriksaan saksi-saksi dari para manajer investasi tersebut, belum selesai. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement