REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Kemajuan industri telah menjelma saat pemerintahan Islam wujud. Pada 700 hingga 1700 M, umat Islam telah mampu mengembangkan industri yang terbentang luas dari Cina hingga Spanyol. Ini mendahului era revolusi industri yang terjadi di Inggris pada pertengahan abad ke-18.
Saat itu, umat Islam telah mampu menghasilkan produk-produk dalam sebuah industri yang kemudian tak hanya menyebar di kawasan Islam, tetapi juga kawasan lainnya. Kemajuan teknologi yang dikembangkan umat Islam, memberi sokongan utama pula bagi tumbuhnya industri itu.
Sebut saja kincir angin dan roda air. Kedua alat ini menjadi sarana utama dalam memasok energi bagi proses produksi produk-produk industri saat itu. Tak heran jika kemudian teknologi kincir angin dan roda air terus dikembangan di dunia Islam.
Sejumlah industri yang lahir di antaranya industri baja, pembuatan kertas, pembuatan keramik dan kerajinan tanah liat lainnya, pembuatan kaca, tekstil, pertanian, pembangunan kapal, industri perikanan, ekstraksi mineral, industri logam, dan produk kimia.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, misalnya, industri manufaktur benar-benar didorong dan didukung supaya berkembang pesat oleh para khalifah. Tak heran jika kemudian industri kertas, menyebut salah satu saja, berkembang dengan pesat di Irak.
Tak hanya itu, industri kertas juga berkembang dengan baik di wilayah lainnya, seperti Mesir, di mana keberadaan industri kertas tersebut mampu menampung banyak pekerja. Di Basra, Irak, juga terdapat banyak industri pembuatan kaca dan sabun.
Sedangkan Persia, merupakan negara Muslim yang terkenal dengan industri emas dan industri sulamnya, serta karpet. Di kota-kota besar di dunia Islam, berbagai produk industri kelas atas seperti kain satin, brokat, sutra, dan karpet diperdagangkan.
Produk-produk berkualitas itu sangat diminati para konsumen di seluruh dunia. Sejumlah wilayah menghasilkan produk-produk itu, Kufa, terkenal dengan industri kain sutra dan sapu tangan sutranya. Sapu tangan dari wilayah itu dikenal dengan sebutan kuffiyeh.
Sementara itu, Khuzistan (Susiana kuno) menghasilkan kain-kain yang sangat bagus dengan kualitas prima. Selain itu, tempat penelitian kimia di Iundishapur, bisa jadi menjadi tempat penelitian paling tua dan sebagai tempat para sarjana mempelajari ilmu alam.
Melalui penelitian kimia di Iundishapur tersebut ditemukan pengetahuan tentang pemurnian gula yang telah berhasil diterapkan pada industri gula di Khuzistan dan kemudian diterapkan pada industri gula yang ada di Spanyol.
Sebut juga Damaskus, Suriah, merupakan wilayah yang terkenal dengan industri pembuatan pedang baja. Pada awal abad ke-9, Suriah dikenal pula dengan industri kacanya, yang berhasil memproduksi kaca berwarna dan dihias bagian pinggirnya.
Berkembangnya beragam industri ini, membuat pemerintahan Islam memiliki banyak komoditas yang diperdagangkan, termasuk untuk diekspor ke negeri lainnya. Hal ini juga terjadi pada masa Abbasiyah, di mana beragam industri telah tumbuh pesat.
Komoditas ekspor saat itu adalah hasil dari industri pertanian, kaca, berbagai macam perangkat keras, kain sutra, tekstil, parfum dari segala jenis bunga misalnya mawar, juga dari rempah seperti kunyit, sirup, dan minyak.
Dan secara umum, setiap kota di dunia Islam, telah memiliki industrinya sendiri juga industri unggulannya masing-masing, di antaranya logam, kaca, wol, sutra, atau linen. Kemajuan teknologi, menopang pula kemajuan industri-industri itu.
Selain kincir angin dan roda air seperti disebutkan di atas, penemuan sejumlah mesin pun mendorong kemajuan industri lebih jauh. Keberadaan mesin ini berguna untuk memangkas proses produksi yang sebelumnya lumayan panjang, sehingga bisa lebih singkat.
Mesin-mesin produksi ini, yang digerakkan pula dengan kincir angin maupun roda air, kemudian menggantikan tenaga manusia. Salah satu ilmuwan Muslim yang memberikan kontribusi besar dalam penemuan sejumlah mesin adalah Al-Jazari.