REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman atau yang lebih dikenal dengan Gus Miftah kerap berdakwah di tempat yang berbeda dari biasanya, seperti di lokalisasi prostitusi dan klub malam.
Saat berdakwah, dia sering mendapat godaan, baik untuk menikmati minuman beralkohol maupun soal perempuan.
"Saya punya teman juragan kafe. Waktu itu saya belum punya apa-apa sama sekali. Dia ada motor Ninja Kawasaki Rp 75 juta, 'Gus Miftah temanin saya minum satu sloki saja, saya berikan motor ini'. Waktu itu saya jawab kalau saya minum, maka kemudian saya tidak berhak menasehati para peminum," kata dia, dalam Program Ngobrol Pintar (Ngopi) di Majelis Ulama Indonesia (MUI) live streaming lewat Youtube TV MUI yang dipandu Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Chalil Nafis, Rabu (15/7) malam.
Gus Miftah mengakui dirinya sering kali mendapat godaan selama berdakwah di dunia malam, namun dia harus tetap dapat mengelola iman yang dia miliki. Hal inilah yang membuat orang-orang percaya dengan dirinya.
"Saya tidak minum dan tidak tertarik ini-itu, kalau saya minum, nakalin mbanya, saya tidak berhak menasihati mereka," ucap Gus Mifah.
Di samping itu, Gus Miftah mengungkapkan, orang-orang yang bekerja di dunia malam, mereka masih memiliki keimanan dalam dirinya. Terkadang dia pun bershawalat dihadapan mereka, kemudian mereka masih banyak yang meneteskan air mata.
Menurut Gus Miftah, keimanan pada orang-orang yang bekerja di dunia malam itu masih ada, yang berbeda hanya pada ketebalan iman. Mereka masih melakukan maksiat, berzina, namun memang iman mereka masih tipis.
Para wanita yang bekerja di lokalisasi prostitusi, terkadang bercerita kepada Gus Miftah agar anak-anak mereka tidak mengikuti jejak orang tuanya. Sebagian besar pekerja malam ingin memiliki generasi penerus yang lebih baik. "Saya kadang menangis, mba-mba lokalisasi ketika pengajian mengatakan, 'Gus Miftah saya mau anak saya masuk pesantren'," kata dia.