Kamis 16 Jul 2020 12:12 WIB

Bank Dunia: Ekonomi Indonesia tak Negatif dengan Tiga Asumsi

Ekonomi tak akan negatif jika potensi gelombang kedua dapat ditangani.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 tumbuh pada level nol persen atau tidak mengalami pertumbuhan sama sekali dibandingkan 2019. Tapi, proyeksi ini mungkin saja menyusut atau ekonomi Indonesia masuk dalam ranah pertumbuhan negatif dengan beberapa faktor, seperti gelombang kedua dan pembukaan aktivitas ekonomi.
Foto: ANTARA/NOVA WAHYUDI
Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 tumbuh pada level nol persen atau tidak mengalami pertumbuhan sama sekali dibandingkan 2019. Tapi, proyeksi ini mungkin saja menyusut atau ekonomi Indonesia masuk dalam ranah pertumbuhan negatif dengan beberapa faktor, seperti gelombang kedua dan pembukaan aktivitas ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 tumbuh pada level nol persen atau tidak mengalami pertumbuhan sama sekali dibandingkan 2019. Tapi, proyeksi ini mungkin saja menyusut atau ekonomi Indonesia masuk dalam ranah pertumbuhan negatif dengan beberapa faktor, seperti gelombang kedua dan pembukaan aktivitas ekonomi.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan, ada tiga asumsi untuk mencapai proyeksi nol persen dan tidak jatuh ke ranah kontraksi. Salah satunya, potensi gelombang kedua dan bagaimana pemerintah dapat menanganinya.

Baca Juga

Asumsi kedua, Satu menambahkan, ekonomi global yang diprediksi berada pada level minus 5,2 persen tidak mengalami kontraksi lebih dalam. Terakhir, aktivitas ekonomi Indonesia yang diperkirakan mulai dibuka kembali pada Agustus. "Jika ketiga asumsi yang digunakan berubah, maka forecast pun berubah," tuturnya dalam rilis virtual Laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) Juli 2020, Kamis (16/7).

Satu mengatakan, pada saat ini, Bank Dunia memproyeksikan kontraksi ekonomi 5,2 terhadap ekonomi global tahun ini. Angka tersebut mencerminkan resesi global terparah sejak perang dunia kedua dan hampir tiga kali lipat lebih tajam dibandingkan resesi global pada 2009.

Satu menjelaskan, dampaknya terjadi pada semua lapisan. Baik negara maju dan ekonomi berkembang ikut merasakan efeknya, terutama dengan penyusutan pertumbuhan ekonomi. "Dan untuk tahun ini, perekonomian negara maju menyusut signifikan," katanya.

Untuk Asia dan wilayah Pasifik, Satu memproyeksikan, ekonomi akan semakin turun pada 2020 menjadi hampir negatif enam persen.

Kontraksi ini tidak terlepas dari kebijakan sebagian besar negara untuk memberlakukan lockdown guna mengontrol penyebaran virus Covid-19. Satu menambahkan, disrupsi ekonomi terparah dirasakan pada negara yang mengalami domestic breakout dan mereka yang bergantung pada sektor perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas dan pembiayaan eksternal.

Kepala Ekonom World Bank untuk Indonesia Frederico Gil Sander menyebutkan, ekonomi Indonesia mungkin saja dapat tumbuh di level minus dua persen. Ini terjadi apabila pembatasan pergerakan kembali diberlakukan dengan lebih ketat.

Frederico menambahkan, ekonomi Indonesia akan pulih pada 2021 dan 2022 dengan estimasi pertumbuhan masing-masing 4,8 persen dan enam persen. "Tapi, lajunya akan dirasakan sangat perlahan," ujarnya.

Tanpa adanya dukungan masih dari pemerintah, Frederico mengatakan, pertumbuhan negatif akan berdampak signifikan terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Khususnya apabila bantuan sosial tidak disalurkan dengan tepat sasaran. Oleh karena itu, penargetan menjadi sangat penting, terutama untuk mereka yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan akibat pandemi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement