Kamis 16 Jul 2020 14:35 WIB

Teka-teki Maksud Hinaan 'Abtar' Terhadap Rasulullah

Allah memberi definisi hinaan abtar terhadap Rasulullah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Teka-teki Maksud Hinaan 'Abtar' Terhadap Rasulullah. Komples makam Nabi Muhammad  SAW beserta dua orang sahabatnya.
Foto: saudigazette
Teka-teki Maksud Hinaan 'Abtar' Terhadap Rasulullah. Komples makam Nabi Muhammad SAW beserta dua orang sahabatnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ayat ketiga surat Al-Kautsar ini meninggalkan teka-teki. Ketika Allah SWT menyebutkan si pembenci Nabi Muhammad SAW adalah orang yang abtar, pertanyaannya siapakah orang itu?

Hadits shahih meriwayatkan orang itu bernama Al-'Ashi bin Wail. Ketika Rasulullah SAW sedang bersedih atas wafatnya Ibrahim, putra yang tersisa satu-satunya, tiba-tiba Al-'Ashi bin Wail malah menghina beliau dengan sebutan abtar.

Baca Juga

"Abtar secara bahasa terputus, seperti hewan yang ekornya terpotong disebut abtar. Lalu diisti'arah kepada manusia untuk mengungkapkan orang yang tidak punya keturunan anak laki-laki," kata Ustadz Ahmad Zarkasih dalam kitabnya Tafsir Tahlili surah Al-Kautsar. 

Artinya, menyebut Nabi SAW sebagai abtar merupakan bentuk tusukan ke jantung hati, tikaman jahat kepada perasaan beliau. Lebih pedih dari tikaman belati, lebih sakit dari tusukan pedang. Maka dari itu, kata Ustadz Ahmad, Allah SWT menghibur Nabi SAW lewat penyebutan telah memberikan al-kautsar atau nikmat yang amat banyak. Allah juga juga membalikkan hinaan si Al-'Ashi bin Wail dengan hinaan yang sama, yaitu justru dialah yang abtar.

"Artinya, si penghina itu, yaitu si Al-'Ashi bin Wail itulah yang terputus tidak punya keturunan anak laki-laki. Begitu bunyi ayat ketiga surat Al-Kautsar itu," katanya.

Tapi, sejarah mencatat Al-Ashi bin Waid ternyata punya anak laki-laki bernama Amr. Ya, dia adalah Amr bin Al-Ash, seorang sahabat Nabi kenamaan yang nantinya akan menjadi gubernur di Mesir di masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab.

"Yang menghina Nabi SAW itu terputus keturunan laki-lakinya justru bapaknya si Amr bin Al-Ash itu," katanya.

Lalu Allah SWT menyebut si Al-Ash ini sebagai abtar atau terputus tidak punya keturunan laki-laki. Padahal sejarah mencatat dia punya anak bernama Amr bin Al-Ash, seorang shahabat Nabi SAW yang mulia. 

Dan Amar kemudian juga punya anak laki-laki bernama Abdullah bin Amr bin Al-Ash. Sampai disini kita jadi bingung sendiri. Mengapa tidak sesuai? Apa yang salah? Dimana salahnya?

Jawabannya, diskusi seputar makna abtar. Orang Arab masa itu menganggap orang yang tidak punya keturunan anak laki-laki sebagai kehinaan dan bahan cemoohan. 

Padahal Allah tidak memandang demikian. Tidak punya anak laki-laki pun tidak apa-apa, sama sekali bukan kehinaan. Jadi 'abtar' dalam pengertian jahiliyah ini yang ingin digerus dalam surat ini. 

Lalu Allah SWT menetapkan definisi 'abtar' versi berbeda dan justru yang jadi pilihan, yaitu orang yang 'terputus dari kebaikan'. Dalam kasus ini Allah seakan ingin mengubah opini negatif tentang tidak punya anak laki-laki sebagai kehinaan, yang selama ini sudah terlanjur menyebar di masyarakat jahiliyah.

Dan Allah beri pengertian abtar yang baru dan sama sekali berbeda dari sebelumnya. Kesimpulannya, abtar berarti terputus dari kebaikan, bukan tidak punya anak laki. Sehingga Al-Ashi bin Wail yang kafir dan tidak mau masuk Islam itu disebut abtar, bukan karena tidak punya anak laki, tapi karena dia terputus dari kebenaran. 

Dia itu yang abtar, bukan dirimu wahai Muhammad. Ini termasuk gaya dalam Alquran, yaitu menjawab sesuatu di luar yang ditanyakan, seperti dalam ayat 

يسألونكٰعنٰاْلهلة

"Mereka bertanya kepadamu tentang hilal."

Ternyata jawabannya sama sekali tidak menjawab objek pertanyaan, tetapi justru malah mengubah paradigma sebelumnya. Jawabannya adalah :

قلٰهيٰمواقيتٰللناسٰواحلج

"Katakan itu adalah waktu-waktu bhi manusia dan haji. (QS. Al-Baqarah : 189)

Ibnu Asyur dalam Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir menjawab masalah ini sebagai berikut."Ini merupakan uslub yang hakim, yaitu menemui pendengar dengan selain apa yang sedang dibahas, bahkan dengan berlawanan dengan yang diinginkan. Sebagai perhatian atas hal yang lebih benar dari yang dikatakan."

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Baqarah 189. "Dan hal itu lewat mengalihan apa yang diinginkan oleh yang bersangkutan tentang makna ’abtar’, yang mana pengertian sebelumnya orang yang tidak punya anak laki-laki, menjadi abtar dengan pengertian yang baru, yaitu orang yang kurang mendapatkan kebaikan.

"Jadi tidak ada kehinaan bagi seseorang karena tidak punya anak laki-laki, karena hal itu sama sekali tidak mengurangi sifatnya, rupanya dan akalnya," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement