Kamis 16 Jul 2020 15:24 WIB

Dalil Kewajiban Memberikan Mahar

Mahar merupakan salah satu hak di antara hak-hak istri atas suami.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Dalil Kewajiban Memberikan Mahar. Perajin mengerjakan pembuatan kerajinan mahar pernikahan.
Foto: Arif Firmansyah/Antara
Dalil Kewajiban Memberikan Mahar. Perajin mengerjakan pembuatan kerajinan mahar pernikahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama sepakat pemberian mahar oleh suami dalam akad pernikahan merupakan suatu hal yang diwajibkan. Pemberian mahar ini merupakan salah satu hak di antara hak-hak istri atas suami.

Ustadz Isnan Ansory dalam bukunya Fiqih Mahar mengatakan ketentuan pemberian mahar ini sebagaimana didasarkan kepada ayat Alquran surah An-Nisa ayat 4 yang artinya, "Berikanlah mahar/maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya.”

Baca Juga

Dalam ayat di atas, secara tegas Allah mengatakan mahar itu merupakan hak milik sang istri, bukan milik suami atau walinya. Sebelum ayat ini diturunkan, apabila ada seorang ayah menikahkan anak perempuannya atau kakak laki-laki menikahkan adik perempuannya, maka mahar diambil dan dimiliki ayah atau kakak laki-laki tersebut, bukan oleh si perempuan yang dinikahi.

"Lalu Allah melarang hal tersebut dan menurunkan ayat di atas," katanya.

Secara bahasa, kata mahar berasal dari bahasa Arab al-mahru (المهر) yang bermakna pemberian untuk seorang wanita karena suatu akad. Hanya saja dalam fiqih, istilah mahar memiliki makna dengan fungsi yang lebih luas dari sekadar pemberian yang disebabkan adanya akad nikah.

Setiap pemberian yang menjadi sebab atau akibat terjadinya hubungan seksual disebut dengan mahar, terlepas apakah hubungan seksual itu berdasarkan akad nikah yang halal ataupun karena sebab zina.

Imam al-Khathib asy-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj, mendefinisikan mahar dengan makna tersebut sebagaimana berikut: "Harta yang wajib diserahkan karena sebab nikah, hubungan seksual, atau hilangnya keperawanan.

Adapun dasar penamaan mahar untuk setiap pemberian yang dilakukan atas setiap sebab akibat dari hubungan seksual yang halal maupun yang haram adalah hadits-hadits berikut:

"Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya batal, nikahnya adalah batal, nikahnya adalah batal. Jika dia telah digauli maka dia berhak mendapatkan mahar, karena suami telah menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi pertengkaran di antara mereka, maka penguasalah yang menjadi wali atas orang yang tidak punya wali.” (HR. Tirmizi).

Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra bahwa Rasulullah SAW melarang hasil jual beli anjing, mahar zina dan upah perdukunan. (HR. Bukhari Muslim). Di samping itu, imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menyebutkan sembilan istilah dalam bahasa Arab yang memiliki makna sebagai pemberian karena akad nikah ini, yaitu mahar, shodaq, shadaqah, nihlah, faridhah, ajr, ‘ala’iq, ‘uqr, dan hiba’. 

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, istilah mahar ini juga disebut dengan mas kawin. Dalam KBBI disebutkan definisi dari mas kawin adalah pemberian pengantin laki-laki (misalnya emas, barang kitab suci) kepada pengantin perempuan pada waktu akad nikah; dapat diberikan secara kontan atau secara utang.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement