REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi menyerahkan konsep Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) ke DPR. Tak tangung-tanggung, enam menteri mengawal langsung penyerahan RUU tersebut ke parlemen.
Keenamnya, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Sisanya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo.
Namun, hanya Mahfud yang memberikan keterangan terkait RUU BPIP yang diserahkan hari ini. Belum jelas apa kepentingan lima menteri lainnya kegiatan tersebut.
RUU BPIP sendiri adalah konsep yang diberikan pemerintah kepada DPR. Fokus RUU tersebut memuat tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan BPIP.
Mahfud mengatakan, RUU BPIP merupakan respon terkait polemik yang mengiringi RUU HIP. Selain itu, RUU BPIP akan memuat TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme.
"Itu ada di dalam RUU ini menjadi menimbang butir dua sesudah Undang-Undang Dasar 1945, menimbangnya butir dua itu TAP MPRS Nomor 25 Tahun '66," ujar Mahfud di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/7).
Perumusan Pancasila juga akan kembali merujuk pada 18 Agustus 1945. Di mana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, dengan lima sila dalam satu kesatuan makna dan satu tarikan nafas pemahaman.
Pembahasan RUU BPIP belum akan dibahas oleh DPR dan pemerintah. Keduanya akan terlebih dahulu menampung masukan dari berbagai pihak terkait RUU BPIP.
"Ini adalah satu sumbang saran dari pemerintah kepada DPR dan tadi kami bersepakat ini akan dibuka seluas-luasnya masyarakat yang ingin berpartisipasi membahasnya dan mengkritisinya," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Ketua DPR RI Puan Maharani, setelah bertemu dengan enam menteri mengatakan, substansi RUU BPIP berbeda dengan RUU HIP. Poin-poin kontroversial dalam RUU HIP tak akan dimasukkan ke RUU BPIP.
Politikus PDIP itu mengatakan bahwa RUU BPIP tersebut tak akan mengintervensi Pancasila. "Sehingga hadirnya RUU BPIP ini menjadi kebutuhan hukum yg kokoh bagi upaya pembinaan ideologi bangsa melalui BPIP," ujar Puan.
Dia berharap, pertentangan mengenai RUU HIP dapat diakhiri. Agar semua pihak dapat fokus dalam penanganan pandemi virus Covid-19.
"Kita akhiri dan kita kembali hidup rukun dan damai serta kompak bergotong royong melawan pandemi Covid-19 dan dampak-dampaknya," ujar Puan.
Namun, nasib RUU HIP dalam program legislasi nasional (Prolegnas) belum jelas. Puan, Mahfud, dan lima menteri lainnya langsung pergi meninggalkan kerumunan wartawan usai penyerahan konsep RUU BPIP.
Sebab, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, kejelasan RUU HIP itu akan dibahas dalam masa sidang selanjutnya, pada Agustus mendatang. Karena, hari ini, Kamis (16/7) DPR telah menjadwalkan penutupan masa sidang.
“Mekanisme akan dibicarakan apakah dicabut, atau penggantinya ini akan diatur masa sidang depan,” ujar Dasco.
Tetapi, Dasco mengatakan, bahwa pemerintah tak setuju pembahasan RUU HIP yang membahas tentang ideologi Pancasila. "Gantinya pemerintah mengusul kan RUU BPIP yang mengatur lembaga yang bertugas untuk mensosialisasikan Pancasila," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Sebelumnya, RUU HIP disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.
Di dalam Pasal 2 draft RUU HIP dijelaskan, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok pikiran Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; Masyarakat Pancasila; Demokrasi politik Pancasila; dan demokrasi ekonomi Pancasila.
Adapun yang dipermasalahkan terdapat di dalam Pasal 7. Ayat (2) pasal itu menjelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila. Ketiganya, yaitu “sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan”. Kemudian, "Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," bunyi Pasal 7 Ayat (3).
Gagasan "Ekasila" tersebut pertama kali disampaikan Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Selain Pancasila, saat itu Sukarno juga memberikan pilihan penyederhanaan dasar negara menjadi "Trisila" (socio-nationalisme, socio-demokratie, serta ketuhanan) dan kemudian "Ekasila" (gotong royong).