Kamis 16 Jul 2020 18:51 WIB

Kasus Covid-19 Tinggi, Swedia Pertahankan Herd Immunity

Swedia memiliki kasus Covid-19 dan kematian lebih tinggi dibanding negara Nordik lain

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Swedia Stefan Löfven.
Foto: AP
Perdana Menteri Swedia Stefan Löfven.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM — Pemerintah Swedia meyakini strateginya menangani wabah Covid-19 dengan tidak menerapkan karantina wilayah (lockdown) guna mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity adalah langkah tepat. Namun, hal itu belum tampak berhasil di lapangan. 

“Strateginya benar, saya sepenuhnya yakin akan hal itu,” kata Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven dalam sebuah wawancara dengan Aftonbladet, dikutip laman South China Morning Post, Kamis (16/7). 

Baca Juga

Kendati demikian, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Swedia memiliki lebih banyak kasus Covid-19 dibandingkan negara Nordik lainnya. Saat ini jumlahnya mencapai 76.492 kasus. Sementara Denmark, yang berada di urutan kedua, memiliki 13.061 kasus. Selisihnya cukup signifikan.

Selain itu, jumlah kematian per seratus ribu pasien Covid-19 di Swedia lebih tinggi dibandingkan Amerika Serikat (AS). Dengan kasus sebanyak 76.492, Swedia memiliki kematian 5.572 jiwa. Sementara AS memiliki 3,5 juta kasus dengan 138 ribu kematian. 

“Kita tahu bahwa sebagian besar populasi tidak terlindungi karena mereka belum terinfeksi,” kata Kepala Departemen Mikrobiologi Badan Kesehatan Masyarakat Swedia Karin Tegmark Wisell. Itu artinya masih ada kerentanan besar dalam populasi. 

Kendati demikian, tingkat kekebalan terhadap Covid-19 masih belum bisa divalidasi. Terdapat studi yang menyebut bahwa kekebalan hanya bersifat sementara. Orang yang telah pulih setelah terinfeksi Covid-19 pun dapat tertular kembali. 

Kepala staf tekni Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Maria Van Kerkhove turut mengakui hal tersebut. Dia mengatakan orang yang terinfeksi memang akan memiliki beberapa tingkat kekebalan setelah pulih. Namun, sulit memastikan hal itu. 

“Kami benar-benar berharap orang yang terinfeksi akan meningkatkan respons kekebalan. Tapi kami tidak tahu seberapa kuat perlindungan itu atau berapa lama itu akan bertahan,” kata Kerkhove. 

Dalam penelitiannya, para peneliti di King’s College menemukan bahwa tingkat kekebalan turun drastis hanya tiga bulan setelah infeksi. Konsep herd immunity, bagaimanapun, masih kontroversial hingga kini.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement