REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terhambatnya likuiditas di perbankan tanpa tersalur ke sektor riil akan berpengaruh pada kinerjanya hingga akhir tahun. Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) lebih tinggi dari penyaluran kredit akan meningkatkan biaya bunga.
"Beban biaya bunga akan meningkat karena naiknya DPK, bank harus diberi subsidi bunga, bukan hanya pada program kredit pemerintah," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (16/7).
Dengan demikian, bank tetap mendapatkan pemasukan dan relaksasi kredit berjalan lebih maksimal. Bhima mengatakan imbasnya memang akan jadi beban pada anggaran pemerintah, namun dengan adanya burden sharing dengan Bank Indonesia (BI), masih bisa terkendali.
Tingginya biaya bunga juga akan pengaruh pada pendapatan perbankan yang diperkirakan sebagian besar akan alami penurunan tajam sampai akhir tahun. Disaat yang bersamaan sektor riil tidak mendapatkan stimulus yang dibutuhkan.
"Maka kebijakan BI belum mampu menahan laju gelombang PHK dan menjaga daya beli masyarakat," katanya.
Bhima mengatakan, efeknya baru dirasakan pada 2021 ke inflasi. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan ekspansi moneter yang dilakukan BI tidak akan berpengaruh pada inflasi tahun ini. Ia memproyeksikan inflasi akan tetap pada kisaran sasaran BI antara 2-4 persen.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2020 tercatat 0,18 persen (mtm) atau 1,96 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 2,19 persen (yoy). Dengan perkembangan ini, inflasi IHK sampai Juni 2020 tercatat masih rendah yakni 1,09 persen (ytd), jauh di bawah sasaran inflasi BI.