Kamis 16 Jul 2020 20:20 WIB

Novartis Klaim tak Ambil Untung dari Obat di Negara Miskin

Novartis akan menyediakan obat-obatan di negara berpenghasilan rendah.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Iklan obat/ilustrasi
Foto: Pixabay
Iklan obat/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH - Produsen obat asal Swiss Novartis menyatakan tidak akan mengambil untung dari 15 obat generik yang tersedia bagi negara-negara miskin untuk mengobati gejala COVID-19. Novartis mengatakan akan menyediakan obat-obatan mulai dari antibiotik dan steroid hingga pil diare ke 79 negara dalam daftar negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah Bank Dunia.

Menurut Kepala Operasional Kesehatan Global Novartis Lutz Hegemann, Kamis (16/7) produsen obat yang berbasis di Basel ini berencana untuk mempertahankan program nirlaba sampai pandemi berakhir atau sampai vaksin  ditemukan.

Baca Juga

Saat ini Novartis belum melihat kekurangan rantai pasokan meskipun meningkatnya permintaan untuk obat-obatan COVID-19. Namun, Hegemann mengatakan program baru ini bertujuan untuk membantu menjaga sistem kesehatan yang rentan di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan negara-negara Eropa Ukraina dan Moldova menjadi kelebihan muatan.

"Kita seharusnya tidak meremehkan tekanan yang COVID berikan terutama pada sistem kesehatan yang rapuh," kata Hegemann.

Dia menambahkan Novartis berharap untuk bekerja dengan otoritas kesehatan, organisasi berbasis agama dan LSM untuk menghilangkan kenaikan harga besar.

"Kami tidak menargetkan saluran distribusi komersial klasik, tetapi saluran yang sangat langsung, untuk memengaruhi hal itu sejauh yang kami bisa," katanya.

Obat-obatan bermerek Novartis memiliki sedikit aplikasi dalam mengobati virus corona baru. Tetapi obat generik Sandoz adalah di antara obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati gejala mereka yang dirawat di rumah sakit.

Daftar ini termasuk antibiotik amoksisilin, seftriakson, klaritromisin, vankomisin dan levofloxacin, steroid deksametason, prednisone dan prednisolon, terapi asam urat, obat gagal jantung dobutamine, antijamur flukonazol, pengencer darah heparin, obat anti-diare loperamide, obat refluks pantoprazole dan obat paru salbutamol.

Obat malaria generiknya, hydroxychloroquine, tidak dimasukkan setelah beberapa uji coba COVID-19 menyimpulkan itu tidak berhasil dan Amerika Serikat membatalkan otorisasi darurat. Namun Novartis terus menyediakannya untuk uji coba dan permintaan pemerintah.

Hegemann tidak memberikan secara spesifik pada berapa harga akhir obat tersebut dibandingkan dengan harga komersial. Obat-obatan telah ada selama beberapa dekade dan relatif murah untuk dibuat.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement