REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Hortikultura Indonesia menyoroti pengembangan komoditas bawang putih yang direncanakan dikembangkan di food estate hortikultura besutan Kementerian Pertanian. Pasalnya, program wajib tanam bawang putih di dalam negeri selama ini nyatanya belum mampu menurunkan angka impor bawang dari tahun ke tahun.
Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia, Anton Muslim, mengatakan, pada kondisi riil, petani bakal menghadapi situasi yang sulit jika sudah membudidayakan bawang putih namun tak mampu bersaing di pasar.
"Memang ada bawang putih lokal, tapi belum masuk pasar. Oleh karena itu, kalau mau dikembangkan di food estate, impor bawang putihnya juga diimbangi (dikurangi)," kata Anton kepada Republika.co.id, Jumat (17/7).
Anton menekankan, inti dari pengembangan suatu kawasan pertanian dengan konsep kemitraan adalah kesejahteraan petani. Hal itu tentunya harus diikuti dengan harga komoditas yang menguntungkan dan mampu bersaing dipasar berhadapan dengan produk impor.
Di sisi lain, ia meminta pemerintah untuk lebih transparan dalam mengerjakan sebuah proyek kawasan food estate. Hal itu agar publik dapat ikut menilai dan mengawasi proyek-proyek pemerintah agar hasilnya bisa dirasakan secara nyata.
"Bawang putih yang harus diperhatikan betul. Kentang dan cabai tidak ada masalah cuma seringkali soal masalah harga jatuh," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) tengah menggaet perusahaan swasta untuk menggarap proyek food estate khusus hortikultura di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Food estate tersebut fokus pada komoditas cabai, bawang putih, dan kentang khusus industri.
Pada tahap awal pengembangan dilakukan pada area seluas 4.000 hektare. Adapun potensi lahan food estate bisa mencapai 30 ribu hektare. Ia mengatakan, lahan tersebut disediakan langsung oleh pemerintah daerah setempat.