REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota badan legislasi (baleg) DPR, Zainuddin Maliki menyoroti terkait diterimanya surat presiden (surpres) dari pemerintah ke DPR terkait Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP), Kamis (16/7) kemarin. Zainuddin mengingatkan agar dalam setiap pembahasan RUU DPR mengikuti prosedur yang berlaku.
"Kalau ada RUU baru usulan BPIP itu harus melalui prosedur, tidak bisa tiba-tiba menjadi agenda yang dibahas DPR," kata Zainuddin dalam diskusi daring, Jumat (17/7).
Ia menjelaskan, dalam proses pembahasan UU ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan. Salah satunya terkait perencanaan. RUU yang akan dibahas harus terlebih dahulu masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas).
Oleh karena itu, RUU BPIP seharusnya masuk ke dalam prolegnas terlebih dahulu sebelum dibahas oleh DPR. Ia menangkap ada kesan begitu RUU HIP dihentikan, kemudian DPR bisa langsung membahas RUU BPIP yang disodorkan pemerintah.
Dirinya mendorong agar setiap pembahasan RUU melalui prosedur yang sesuai aturan perundang-undangan. "Itu artinya harus masuk prolegnas, tidak bisa tiba-tiba DPR membahas RUU BPIP tanpa masuk di list prolegnas, dan di prolegnas itu masuk prolegnas prioritas atau tidak, ini prosedur yang harus dilewati," ujarnya.
Anggota Komisi X DPR itu menegaskan RUU HIP harus distop. Ia menganggap pemerintah juga tidak perlu mengajukan RUU pengganti dengan nama apapun.
"Itu tidak akan menyelesaikan masalah, bagi Fraksi PAN, Pancasila yang ada itu sudah dianggap final, jangan lagi masyarakat kita dibawa ke dalam proses polemik tentang ideologi ini," ungkapnya.