REPUBLIKA.CO.ID, Islam masuk perlahan dalam kehidupan keseharian masyarakat Srilanka.
Umat Muslim baik yang berasal dari Jawa, Melayu, dan Arab tidak menyebarkan agama Islam melalui paksaan.
Namun, banyak wanita Srilanka masuk Islam setelah menikah dengan lelaki Muslim. Ajaran Islam justru sangat menarik perhatian kaum kasta rendah dari komunitas Tamil karena menekankan kesetaraan sesama manusia.
Hingga kini pun, upaya adaptasi terhadap kondisi lokal tetap dilakukan umat Muslim Srilanka. Bahkan berkat peranan mereka memajukan perekonomian negara, menjadikan Muslim setempat tidak mengalami pertikaian seperti terjadi antara Tamil dengan Sinhala.
Umat Muslim Srilanka merupakan minoritas penduduk dengan jumlah sekitar 10 persen dari total populasi sebesar 16 juta jiwa. Mereka adalah keturunan dari para pedagang asal Timur Tengah yang menjadikan negara itu sebagai tempat tinggal permanen.
Sejarawan Murad Jayah menulis, bahwa Bahasa Melayu telah ada di Srilanka selama lebih dari 250 tahun lalu seiring pula berkembangnya komunitas Jawa. Tidak berbeda dengan orang-orang Arab, mereka pun membaur bersama penduduk setempat serta menikahi wanita dari etnis Sinhala dan Tamil.
Sejak penguasaan bangsa Eropa, yakni Portugis dan Belanda, kehidupan umat Muslim di sana praktis mengalami kemunduran. Segala bentuk upaya dari penjajah untuk mengeliminir umat Muslim telah dilakukan, mulai dari penyingkiran di bidang ekonomi, politik, dan sosial.
Akan tetapi, atas berkah Allah, sebagian Muslim Srilanka tetap bertahan dengan keyakinannya. Mereka tak hanya selamat secara religius, tapi juga mampu membangun kembali kehidupan ekonomi secara perlahan.
Ada dua komunitas besar umat Muslim Srilanka, yakni etnis Moor dan Malay (Melayu). Nama etnis Moor ini diberikan oleh bangsa kolonial Portugis yang terbiasa menggunakan kata Moor untuk mengidentifikasikan orang-orang Arab. Sementara komunitas Malay berasal dari Pulau Jawa serta semenanjung Melayu.
Kedatangan orang-orang Melayu dan Jawa ini diketahui berawal pada sekitar abad 13 lalu. Seperti dijelaskan sejarawan Husseinmiya, raja Melayu bernama Chandra Bhanu, menginvasi Srilanka pada tahun 1247, dengan sejumlah prajuritnya.
Dia berhasil mengalahkan raja Sinhala yang beragama Buddha untuk kemudian bertahan selama 50 tahun di kawasan utara. Hingga kini, bekas-bekas peninggalan Melayu ini masih bisa ditemui, antara lain kota Java Patnam (Jaffna), Java Kachcheri (Chavakachcheri), Hambantota dan lain-lain.
Tahun 1709, Amangkurat Mas, raja dari Jawa, diasingkan ke Srilanka oleh bangsa penjajah Belanda dan diikuti oleh sebanyak 44 bangsawan beserta keluarganya yang menyerah setelah perang Batavia. Inilah cikal bakal komunitas Muslim Jawa di Srilanka.
Selanjutnya, Belanda terus mendatangkan orang-orang Jawa dan Melayu sebagai tawanan, di samping pula mempekerjakan mereka sebagai anggota tentara, polisi, petugas penjara dan pegawai administrasi.
Pun sewaktu bangsa Inggris menduduki Srilanka, gelombang kedatangan orang-orang Melayu masih tetap berlangsung. Ini memang disengaja lantaran Inggris ingin membentuk resimen tentara yang beranggotakan orang Melayu di sana. Sebagian orang Melayu tersebut juga dipekerjakan di perkebunan.