REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, tidak ada dugaan oknum lain terkait kasus penyiraman Novel Baswedan. Saat ini, kasus tersebut sudah selesai dan telah dijatuhkan hukuman dari majelis hakim kepada dua terdakwa.
"Ya kan, kalau sudah vonis kan inkrah berarti sudah selesai. Tentunya apapun keputusan dari pengadilan kami sangat menghormati," katanya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/7).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis. Majelis hakim menilai, keduanya terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka berat terhadap Novel.
"Menyatakan terdakwa Rahmat Kadir bersama-sama dengan terdakwa Ronny Bugis melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka berat dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara," ujar Ketua Majelis Hakim, Djumyanto saat membacakan Amar putusan, Kamis (16/7).
Dalam menjatuhkan putusannya, majelis hakim memiliki sejumlah pertimbangan. Untuk hal yang memberatkan, Rahmat dinilai mencederai kehormatan institusi Polri. Sementara untuk hal yang meringankan, terdakwa sudah bersikap ksatria dengan berterus terang dan meminta maaf kepada korban serta keluarganya.
Keputusan hakim tersebut dinilai janggal dan masih mengikuti tuntutan jaksa penuntut umum sebelumnya, yang dianggap sengaja memainkan sandiwara persidangan. Jaksa menuntut kedua terdakwa dengan hukuman satu tahun penjara.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK, Yudi Purnomo Harahap menilai vonis ringan terhadap dua penyerang Novel menunjukkan urgensi pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). "Kami Wadah Pegawai KPK memandang bahwa putusan ini semakin mengukuhkan urgensi agar Presiden RI segera membentuk TGPF untuk menunjukkan komitmen serius atas pemberantasan korupsi," ujar Yudi dalam keterangannya, Jumat (17/7).
Yudi mengatakan, terdapat beberapa poin penting yang disikapi WP KPK terkait vonis tersebut. Pertama, putusan hanya membenarkan tuntutan penuntut umum dan belum mengungkap pelaku intelektual. "Putusan terhadap terdakwa yang diduga penyerang Novel Baswedan tidak lah mengejutkan WP KPK," kata Yudi.
Hal tersebut, kata dia, mengingat fakta yang disajikan oleh penuntut umum didasarkan hasil kerja penyidik kepolisian. Penyidik lebih banyak memakai pengakuan dari terdakwa dan tidak mengelaborasinya dengan alat bukti lainnya.
"Termasuk amicus curiae yang dikirimkan organisasi masyarakat sipil, keterangan saksi korban maupun Tim Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia," tuturnya.