REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Jumlah keluarga yang mengalami serangan kutu kepala di Amerika Serikat (AS) meningkat selama lockdown di tengah pandemi Covid-19. Lice Clinics of America melaporkan kenaikan 25 persen kasus sejak April hingga Mei 2020.
Pada sejumlah lokasi, yakni Texas, Kalifornia, Louisiana, dan Kansas, peningkatannya tercatat lebih dari 50 persen. Pernyataan resmi klinik yang berlokasi di Chicago itu mengatakan, keluarga yang terus bersama rentan memicu penularan.
Dokter keluarga sekaligus direktur medis klinik, Krista Lauer, menyampaikan angka tersebut berdasarkan aktivitas di klinik yang buka sepanjang April hingga Mei. Sejumlah 112 dari 200 titik Lice Clinics of America buka pada puncak lockdown.
Menurut Lauer, penyebab awal penularan bisa saja disebabkan anak yang belum teridentifikasi memiliki kutu di rambutnya, kemudian menyebar ke seluruh keluarga. Kemungkinan lain, kutu bisa datang dari anggota keluarga yang lebih tua atau pengasuh.
"Ketika anjuran tetap tinggal di rumah berlaku, penetrasi dalam rumah tangga secara signifikan lebih besar. Jadi bukannya satu atau dua orang yang terserang kutu kepala, kami melihat kebanyakan kasus memengaruhi semua orang di rumah," ujarnya.
Tingkat penularan bisa menjadi lebih parah jika kondisi tersebut tidak lekas ditangani. Kemudian, ketika pembatasan sosial dilonggarkan, beberapa orang yang memiliki kutu mungkin memeluk teman atau keluarga yang sudah lama tidak dijumpai.
Kutu kepala adalah parasit kecil pemakan darah yang hidup di kulit kepala manusia. Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), kutu paling sering menyerang anak prasekolah di tempat penitipan dan anak usia sekolah dasar.
Pada masa normal, Lice Clinics of America lazimnya mendapati lonjakan kasus pada September, ketika anak-anak kembali ke sekolah. Sejumlah gejalanya meliputi rasa gatal dan geli karena ada sesuatu yang bergerak di rambut dan kulit kepala.
Kutu bisa berpindah melalui kontak langsung dengan rambut orang yang terinfeksi. Kebersihan pribadi atau kebersihan rumah tidak ada hubungannya dengan penularan. Cara mengatasinya, sangat disarankan untuk berobat ke klinik khusus.
Memang tersedia sampo dan krim tanpa resep, tetapi American Academy of Dermatology menyebutkan banyak laporan konsumen menganggapnya tak efektif. Pasalnya, kutu bisa saja resisten terhadap bahan aktif yang terkandung dalam sampo atau krim.
Studi pada 2016 mengategorikan kutu yang kebal itu sebagai "kutu super". Lauer menyebutnya sebagai masalah besar karena jumlah mereka dapat meningkat seiring waktu dengan terus menurunnya efektivitas obat yang dijual bebas hingga 25 persen.
Jika penanganan dengan obat yang dijual bebas gagal, CDC menyarankan orang tua segera menghubungi penyedia layanan kesehatan. Dokter akan langsung memberikan perawatan yang lebih kuat dengan obat yang diresepkan.
Dokter anak di Lurie Children's Hospital of Chicago, Kenneth Polin, sepakat dengan anjuran CDC tersebut. Orang tua yang menemukan kutu di rambut anak sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter, yang akan segera meresepkan obat.
Meski parasit tersebut berukuran kecil, kutu kepala bisa sangat mengganggu aktivitas anak dan anggota keluarga lain yang tertular. Polin meminta semua orang tidak menganggapnya hal remeh dan segera mencari penangkal.
"Anda harus memahami apa yang sedang dialami keluarga. Ada dampak psikologis yang sangat besar," kata Polin, dikutip dari laman Today, Jumat (17/7).