Sabtu 18 Jul 2020 07:39 WIB

Kelanjutan Kasus Pembobol Simcard Indosat Ilham Bintang

Simcard Indosat dan Commonwealth Bank Ilham Bintang dibobol pada awal Januari 2020.

Ilham Bintang
Foto: dok. Republika
Ilham Bintang

REPUBLIKA.CO.ID, Salam sehat dan sejahtera untuk seluruh sahabat pemimpin redaksi.

Pertama sekali, saya ingin menghaturkan termin kasih sebesarnya kepada teman-teman atas dukungan melalui pemberitaan luas dan gencar ketika saya mendapat musibah, simcard Indosat dan rekening tabungan saya di Commonwealth Bank dibobol pada awal Januari 2020. Semua kita menyadari kejahatan serupa telah memakan korban kerugian puluhan ribu masyarakat, tanpa pernah bisa diungkap.

Akumulasi kerugian material masyarakat mencapai ratusan miliar rupiah. Dan, setelah kasus saya yang menghebohkan itu, kejahatan itu massih tetap saja terjadi. Provider dan pihak perbankan tak pernah  bisa diseret untuk bertanggung jawab.

Sekarang, mau laporkan perkembangan kasus saya. Seperti sudah diberitakan secara luas, komplotan pembobol berhasil dibekuk polisi Januari lalu. Setelah sampat terkendala pandemi, akhirnya 3 Juni berkas kasus dan tersangkanya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Awal Juli persidangannya pun dimulai di PN Jakarta Barat.

Sebagai saksi korban saya dihadirkan fisik dalam persidangan harı Rabu 8 Juli untuk terdakwa Desar —otak pembobol. Sidang dipimpin Ketua Hakim Kamaluddin, SH. Untuk diketahui, sebanyák 9 orang anggota komplotan yang berhasil dibekuk polisi.

Semua kesaksian saya terkonfirmasi oleh Desar beserta empat terdakwa lainnya yang dihadirkan secara virtual dari ruang tahanan. Namun, sejak awal sidang saya merasa Hakim Ketua menghindarkan menyebut Indosat dan Commbank sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Saya menceritakan kronologi peristiwa dengan dukungan fakta-fakta, antaranya; rekaman CCTV; surat permohonan maaf Indosat 9 Januari; formulir yang tak diisi pelaku tapi toh mendapatkan simcard saya; petugas gerai tidak sempat memfoto copy ktp pelaku, pengakuan Indosat yang mengatakan petugasnya lalai dan telah diberhentikan; dan terakhir saya menunjuk hasil penyelidikan dan penyidikan tersangka oleh polisi yang sudah berhasil mengantar pelaku dihadapkan pada hakim. Ketua Hakim Kamaluddin mash menganggap itu sebagai asumsi saya belaka.

Karena itu pada  akhir sidang, saat Hakim Ketua bertanya, saya langsung mengusulkan petugas Gerai Indosat Bintaro, Nur Mumadiyah yang melayani pelaku, agar dihadirkan pada sidang berikutnya. Supaya majelis mendapatkan konstruksi kejadian secara obyektif. Sebab, saya meyakini, sekurangnya kelalaian petugas resmi Indosat itu telah menyebabkan saya mengalami kerugian, namun yang bersangkutan seperti dilepaskan saja dari tanggung jawab.

Begitu juga dengan pihak Indosat yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian pelanggannya. Hakim akhirnya menyetujui untuk dihadirkan pada sidang Rabu, 15 Juli di PN Jakarta Barat. Tiga hari sebelum sidang, saya memperoleh informasi dari JPU Mujiono SH, Nurmumadiyah sudah dikirimi surat panggilan tapi tidak ada respons dari yang bersangkutan.

Sidang 15 Juli akhirnya memang dibatalkan. Ditunda 29 Juli. Selain tidak dihadiri  Nurmumadiyah,  Hakim Ketuanya pun berhalangan hair karena dirawat di RS.

Kawan-kawan, saya mau melaporkan juga sol somasi lawyer kami kepada pihak  Indosat dan Commbank yang dilayangkan sejak Februari, sebelum covid. Sejak awal Indosat menyatakan hanya bersedia membayar sebesar kerugian yang saya alami. Itu tidak saya masalahkan sebenarnya.

Yang jadi soal, pihak Indosat menjuduli pembayaran kerugian saya sebagai Uang Kerokhiman. Saya keberatan. Pertama, jelas kerugian saya sebab kelalaian petugasnya. Yang kedua, yang saya butuhkan sebenarnya pengakuan salah / lalai dan karena itu sudah sepantasnyalah dia mengganti kerugian saya.

Saya tahu, Indosat mencoba mengelakkan itu karena bisa menjadi yurisprudensi bagi kesalahan serupa yang sudah terjadi ribuan kali yang merugikan pelanggannya. Sementara alasan saya menolak istilah Kerokhirman karena itu sama dengan kategori uang belas kasihan bahkan tidak mustahil di kemudian hari masuk kategori suap.

Yang juga saya tidak mengerti, Indosat mensyaratkan pula, kalau saya setuju dengan Kerokhiman itu, maka tidak boleh mengumumkan kepada publik. Ini yang berat. Karena saya tahu publik menunggu bagaimana kisah akhir kasus saya. Terutama tentu menantikan kepastian hukum atas kejadian serupa yang pernah menimpa mereka dan masih terjadi di dalam masyarakat.

Bagaimana dengan pihak Commbank? Tidak merespons somasi. Bahkan, di depan sidang pengadilan, pihaknya bersikukuh tidak bersalah, sudah mengikuti prosedur di perusahaannya.

Demikian kawan-kawan semua. Mohon pendapat dan petunjuk dari kalian semua. Terima kasih. Salam.

-- Jakarta, Jumat, 17Juli 2020

PENGIRIM: Ilham Bintang

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement