REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Sejak Orientalisme Edward Said diterbitkan pada 1971, menjadi jelas dan diterima secara luas bahwa sejak awal, Barat telah menghubungkan Islam dan Muslim dengan citra dan klise negatif.
Dalam arikelnya Delineating Islamofobia: Anti-Muslim racism in West, Mishal Abbas Khawaja, sebagaimana dikutip dari The Nation, Sabtu (18/7), kata Islamofobia pertama kali digunakan pada tahun 1991 dan dijelaskan dalam Runnymede Trust Report yang diterbitkan enam tahun kemudian pada tahun 1997.
Kata Islamofobia ini muncul terutama pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Kemudian banyak digunakan oleh para ilmuwan politik, aktivis dan LSM serta yang lainnya untuk menjadikannya pusat perhatian.
Sehingga tindakan yang menakutkan dan berbahaya diarahkan pada Islam dan Muslim yang tinggal di negara demokrasi Barat. Itu dikutip dan dijelaskan 'sebagai permusuhan tidak berdasar terhadap Islam, karena ketakutan yang kuat atau ketidaksukaan pada semua atau kebanyakan Muslim'. (Runnymede Trust, 1997, hal. 1).
Islamofobia adalah istilah yang muncul dalam ilmu sosial dan telah menjadi perhatian penting banyak negara setelah insiden 9/11. Tidak ada definisi pasti dari istilah itu saat ini, sehingga menjadi sulit untuk membandingkan dan membedakan tingkat di mana istilah ini dioperasikan dan digunakan. Banyak Muslim yang tinggal di Inggris dan Amerika Serikat (AS) menghadapi diskriminasi dan penghinaan karena peristiwa yang terjadi setelah insiden 11 September.
Seiring waktu, dalam beberapa tahun terakhir, Islamofobia telah berkembang dari hanya menjadi ideologi politik menjadi istilah yang digunakan untuk tujuan analitis. Para peneliti zaman modern sudah mulai merenungkan berbagai makna dan konsep yang melekat pada istilah ini. Mereka mulai menggunakan istilah Islamofobia untuk mengidentifikasi penyebab dan konsekuensi dari sentimen anti-Islam atau anti-Muslim.
Islamofobia sudah ada bahkan sebelum serangan teroris 11 September 2001, tetapi frekuensinya meningkat dan semakin penting setelah serangan teroris.
Laporan kedua dari Runnymede Trust diterbitkan pada 2004, menjelaskan tentang penghinaan yang berlebihan dan kesulitan yang dihadapi oleh Muslim Inggris. Buntut dari serangan teroris telah membuat sengsara umat Islam yang tinggal di Barat.
Islamofobia tidak hanya mempengaruhi beberapa kelompok Muslim tetapi juga setiap Muslim di seluruh dunia. Serangan 9/11 adalah pukulan besar bagi AS dan seorang Muslim Amerika, Amad Sheikh (Pendiri Muslim Matters).
"Saya ingat duduk di depan layar TV, ketika menara runtuh, hati saya tenggelam. Anehnya saya juga merasa tidak nyaman, apa yang mungkin harus saya lakukan sebagai seorang Muslim Amerika," kata Amad, dilansir dari The Nation, Sabtu (18/7).
Istrinya Amad yang sedang berbelanja saat itu pulang ke rumah dan memberi tahu banyak tatapan agresif dari orang-orang ketika mengenakan kerudung, karena kerudung berhubungan dengan Muslim. Amad lebih lanjut menulis bahwa dirinya melihat yang terbaik dan terburuk dari Amerika di tempat kerjanya.
Rumor mulai beredar bahwa Amad tidak menghormati bendera AS dengan merobeknya dari topinya yang sebenarnya bendera pada topinya dicetak dan tidak bisa dilepas atau dirobek.
Namun seiring dengan pola perilaku diskriminatif ini, Amad juga memiliki rekan kerja yang mendukung dan memahami serta terus bersikap baik terhadapnya. Dia menyebutkan bahwa tanggapannya agak defensif dan bingung karena bagaimanapun dia adalah seorang Muslim.
Amad hanyalah salah satu contoh, untungnya dia tidak menghadapi tindakan kekerasan. Ketika dia pindah ke lingkungan baru di League City di pinggiran Houston, orang-orang di jalan berlari ke rumah-rumah mereka setelah Amed keluar dari mobil bersama keluarganya. Ini adalah contoh yang cukup jelas dan menonjol dari istilah Islamofobia yang tidak terjadi pada tingkat politik tetapi pada tingkat sosial-ekonomi.
Ada banyak kelompok yang bertanggung jawab atas propaganda anti-Islam, yang meliputi Kelompok Evangelis Kristen Sayap Kanan, Supremasi Putih, Supremasi Yahudi, Supremasi Hindutva, Demagog Demokrat, dan Republik serta yang lainnya. Mereka sadar akan fakta dan prasangka terhadap kaum Muslim dapat membantu mereka mendapatkan keunggulan dan membantu mereka terpilih.
Mereka dapat menggunakan ide dan alasan apapun untuk menyerang komunitas Muslim. Mereka mengabaikan fakta bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup dan menjalani kehidupan mereka sesuai dengan pilihan mereka. Contoh dari serangan supremasi kulit putih adalah serangan di Christchurch, New Zealand. Itu menyebabkan hampir lima puluh jamaah Muslim meninggal dunia dan jumlah yang terluka juga banyak.
Konsep Islamofobia di AS adalah merendahkan umat Islam dan menghilangkan kepercayaan mereka terhadap agama dan diri mereka sendiri. Seperti Gloria Anzaldua dalam bukunya, Borderlands/ La Frontera. Berbicara tentang bagaimana budaya dan identitas saling terkait, mereka mewakili komunitas dan individu. Pandangan ini diperlukan ketika datang ke ide-ide Islamofobia yang berakar dalam pikiran orang Amerika, yang mencoba untuk mendiskriminasi umat Islam berdasarkan budaya dan agama mereka.
Konsep Islamofobia telah berkembang dan berubah selama bertahun-tahun tetapi narasinya tetap sama yaitu membenci umat Islam dan Islam. Mudah-mudahan, suatu hari umat Islam yang berada di sayap Barat dunia tidak akan diisolasi lebih jauh dan akan diintegrasikan ke dalam masyarakat tempat mereka tinggal. Mereka akan diperlakukan sebagai orang dan warga normal tanpa menghadapi diskriminasi dan penghinaan penduduk asli.
Sumber: https://nation.com.pk/15-Jul-2020/delineating-Islamofobia-anti-muslim-racism-in-west