Ahad 19 Jul 2020 08:13 WIB

Tiga Negara Ancam Sanksi Pelanggar Embargo Senjata Libya

Prancis, Jerman, Italia pertama kali rilis ancaman bagi pelanggar embargo senjata

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pemimpin Prancis, Jerman, dan Italia mengancam memberikan sanksi terhadap negara-negara yang terus melanggar embargo senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Libya, Sabtu (18/7). Pernyataan itu menjadi ancaman yang dilakukan pertama kalinya oleh negara tersebut.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, Kanselir Jerman, Angela Merkel, dan Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte mendesak semua pihak asing untuk mengakhiri campur tangan yang terus meningkat. Mereka meminta untuk semuanya menghormati embargo senjata yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB.

Baca Juga

"Kami siap mempertimbangkan kemungkinan penggunaan sanksi jika pelanggaran embargo di laut, di darat, atau di udara terus berlanjut, dan menantikan proposal yang Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri dan kebijakan keamanan akan membuat dalam hal ini," ujar pemimpin tiga negara dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh kepresidenan Prancis setelah bertemu di Brussels.

Para diplomat mengatakan negara-negara Uni Eropa juga dapat mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada individu-individu dari kedua pihak Libya. "Kami berbagi keprihatinan serius tentang meningkatnya ketegangan militer di negara ini dan meningkatnya risiko eskalasi regional," kata pernyataan tersebut.

Mempertimbangkan segala risiko yang ada, ketiga negara itu menyerukan semua kelompok Libya dan pendukung asing untuk segera menghentikan pertempuran. Pihak-pihak yang berseteru diminta mengakhiri eskalasi militer yang sedang berlangsung di seluruh negeri.

Turki telah melakukan intervensi secara tegas dalam beberapa pekan terakhir di Libya. Negara tersebut memberikan dukungan udara, senjata, dan pasukan sekutu dari Suriah untuk membantu pemerintah yang berbasis di Tripoli. Pasukan tersebut berusaha mengusir serangan dari pasukan komandan timur Khalifa Haftar. Sedangkan, pasukan Haftar didukung oleh Uni Emirat Arab, Mesir, dan Rusia, yang juga telah dituduh oleh Amerika Serikat melanggar embargo.

Government of National Accord (GNA) yang memegang pemerintahan resmi memindahkan pasukan lebih dekat ke Sirte pada Sabtu. Wilayah pintu gerbang ke terminal minyak utama Libya itu akan coba direbut kembali dari kekuatan pasukan Haftar. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement